Akses Whatsapp Dibatasi untuk Cegah Peredaran Hoaks Kerusuhan

Sejumlah masa melakukan aksi di kawasan Stasiun Tanah Abang,  Jakarta Pusat (22/5). Aksi ini merupakan penolakan terhadap hasil rekap pemilu 2019.
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Yuliawati
22/5/2019, 15.39 WIB

Pemerintah melakukan pembatasan terhadap berbagai fitur berbagi foto dan video di media sosial dan aplikasi percakapan sosial (social messenger). Langkah ini untuk mengantisipasi beredarnya hoaks terkait kerusuhan yang terjadi pada 21- 22 Mei 2019.

"Kami adakan pembatasan akses fitur tertentu di media sosial untuk tidak diaktifkan untuk menjaga hal-hal negatif yang terus disebarkan kepada masyarakat," kata Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto di kantornya, Jakarta, Rabu (22/5).

Pembatasan fitur tersebut akan dilakukan di platform Facebook, Instagram, Twitter, dan Whatsapp. Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) Rudiantara menambahkan, fitur foto dan video dibatasi karena menjadi modus paling umum penyebaran hoaks.

(Baca: Indikasi Aksi Ditunggangi Menguat, Kapolri Minta Masyarakat Tenang)

Rudiantara menjelaskan, hoaks berupa foto dan video itu awalnya diunggah di media sosial. Kemudian, hoaks tersebut diviralkan ke aplikasi percakapan sosial atau Whatsapp.

"Kami tahu viralnya itu bukan di media sosial, viralnya di messaging system, di Whatsapp, grup Whatsapp dan sebagainya," kata Rudiantara.

Ada pun, Rudiantara menyebut fitur foto dan video dibatasi karena hoaks dalam bentuk tersebut memberi efek psikologis lebih kuat kepada masyarakat. Rudiantara mengatakan, hoaks dalam bentuk foto dan video secara langsung membuat masyarakat emosional.

"Tanpa kita memberi teks, tanpa kita menyampaikan apapun, kalau video dan foto itu bisa langsung kepada emosi," kata Rudiantara.

(Baca: Polri Sebut Kerusuhan 22 Mei Terencana, Pelakunya Diduga Massa Bayaran)

Meski demikian, pembatasan bakal hanya akan dilakukan sementara. Rudiantara mengatakan, pembatasan fitur foto dan video di media sosial dan aplikasi percakapan sosial melihat situasi keamanan yang berkembang.

Lebih lanjut, pembatasan fitur foto dan video di media sosial dan aplikasi percakapan sosial dilakukan secara bertahap. Menurut Rudiantara, hal itu dilakukan karena penyedia platform tak bisa melakukan pembatasan secara langsung.

"Ini bergantung teknis di lapangan karena koordinasinya banyak sekali," kata Rudiantara.