RUU Ekonomi Kreatif Sorot Akses Modal Berbasis Kekayaan Intelektual

ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi
Pekerja mengatur waktu jam tangan yang terbuat dari kayu di Cipadung, Bandung, Jawa Barat, Rabu (28/2). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ada empat hal yang masih harus dibenahi yaitu, pertumbuhan ekonomi kreatif yang belum merata, penyerapan tenaga kerja, usaha informal, dan kendala ekspor.
Penulis: Michael Reily
Editor: Pingit Aria
17/5/2019, 14.50 WIB

Rancangan Undang-Undang Ekonomi Kreatif tengah dibahas di Komisi X Dewan Permusyawaratan Rakyat (DPR). Undang-undang tersebut dimaksudkan sebagai payung hukum bagi para pelaku ekonomi kreatif, termasuk untuk mendapatkan akses modal berbasis kekayaan intelektual.

"Rapat Panitia Kerja merumuskan ketentuan mengenai skema pembiayaan berbasis HKI," kata Deputi Fasilitasi Hak Kekayaan Intelektual dan Regulasi Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Ari Juliano Gema dalam keterangannya, Jumat (17/5).

Dia mengungkapkan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (Mappi) masih mengkaji skema pembiayaan bagi pelaku industri kreatif. Pembahasan serupa juga berlangsung di Gedung Parlemen, Senin (13/5) dan Diskusi Kelompok Terpumpun (DKT) di Hotel Le Meridien Jakarta, Selasa (14/5) lalu.

Menurut Ari, diskusi tersbut akan sangat memperhatikan kepentingan pelaku usaha ekonomi kreatif. Kemudian, hasilnya akan dibawa ke pembahasan Rapat Panita Kerja (Panja) di Gedung Parlemen.

(Baca: Anang Hermansyah Usulkan Revisi UU Hak Cipta Atur Royalti Digital)

Halaman:
Reporter: Michael Reily