Peraturan Gubernur Bali No 97 tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai memperkuat upaya Kabupaten Buleleng bebas sampah plastik. Kepala Dinas Lingkungan hidup Buleleng Putu Ariadi Pribadi mengatakan, selama ini Buleleng telah berupaya mengurangi sampah plastik sekali pakai dengan menjalankan Peraturan Bupati No 43 tahun 2014.
Dalam aturan tersebut tertuang soal pemberian insentif upah pungut sampah plastik “Kita mengalokasikan dana kurang lebih 120 juta untuk jasa upah pungut,” tambahnya. Insentif kata Putu diberikan kepada kelompok masyarakat yang bergerak mengelola dan mengumpulkan sampah plasti, termasuk bank sampah, kelompok swadaya masyarakat, PKK, sekolah, dan lain-lain. Kelompok-kelompok ini sebelumnya telah disahkan oleh Kepala Desa setempat.
“Jumlah sampah plastik yang tidak mempunyai nilai ekonomi yang dikumpulkan dari tahun 2015-2018 sebanak 282 ton lebih,” jelas Putu.
Keberadaan pergub No. 97 tahun 2018 akan membuat sampah plastik yang dikelola semakin sedikit karena ada pembatasan. “Perbub hanya memberikan upah atau jasa kepada pemungut, yang didapatkan volume sampah plastik yang kita terima cukup banyak, yang disetor ke pengepul cukup banyak, tapi kan tidak ada pembatasan ke produsen maupun distributor,” jelas Putu. Dengan timbulan sampah yang dibatasi, dan upaya pengurangan sampah melalui pemberian insentif upah pungut, Putu berharap, Buleleng akan lebih cepat bebas sampah plastik sekali pakai.
Selain itu Kabupaten Buleleng telah mengeluarkan instruksi Bupati Nomor 367 tahun 2019, tentang Pengurangan Plastik Sekali Pakai, pada 7 April 2019 lalu, untuk merespons Pergub. “Langkah selanjutnya kami tengah membahas dengan tim terkait dengan peraturan Bupati Buleleng (tersebut),” lanjut Putu. Beberapa hal yang tercantum dalam aturan tersebut antara lain, mewajibkan semua komponen masyarakat mengurangi dan memilah sampah plastik sekali pakai mulai dari tingkat rumah tangga dan tidak menggunakan kantong kresek untuk membungkus sarana upacara. Perbub juga mewajibkan sekolah menjadi nasabah bank sampah dan melakukan swa kelola, serta tidak menggunakan kemasan mengandung unsur plastik dalam rapat.
Berikutnya Buleleng telah membentuk Tim Bali Resik yang dituangkan dalam Keputusan Bupati Buleleng, No 660 tahun 2019. “Tim akan melaksanakan kegiatan Bali Resik, rutin setiap bulan, sesuai dengan Edaran Pak Gubernur kan, sehari setelah hari raya Purnama kita serentak se-Bali melakukan bersih-bersih,” kata Putu. Di Buleleng aksi Bali Resik menyasar, sungai, danau, tempat wisata air terjun, pantai, hutan, tempat suci, dan tempat publik yang lain.
April lalu Buleleng menggelar aksi pembersihan sampah di Pantai Labuhan Aji, Desa Temukus, Kecamatan Banjar diikuti oleh seluruh pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Lingkup Pemkab Buleleng. Putu Ariadi dalam laporannya mengatakan, gerakan Bali Resik sesuai dengan Visi Gubernur Bali ‘Nangun Sat Kerthi Loka Bali’. “Selain di Pantai Labuhan Aji, gerakan ini serentak dilaksanakan di delapan Kecamatan lainnya yang ada di Kabupaten Buleleng,” katanya. Putu juga mengingatkan agar penanganan sampah plastik dimulai rumah tangga.
Gerakan Semesta Berencana Bali Resik Sampah Plastik menular hingga ke pelosok pedesaan. Seperti dilaporkan dalam situs Desa Sepang, www.sepang-buleleng.desa.id, salah satu desa di Buleleng, warga bergotong royong membersihkan wilayah desa. Perbekel Sepang mengatakan akan mengupayakan agar setiap Jumat pagi dilaksanakan hal serupa guna menciptakan lingkungan Desa Sepang yang terbebas dari sampah plastik.
Pergub Bali No 97 tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai bertujuan mengurangi limbah Plastik Sekali Pakai (PSP) dan mencegah kerusakan lingkungan. Ada tiga jenis PSP yang dilarang dalam Pergub tersebut yaitu kantong plastik, polysterina (styrofoam), dan sedotan plastik. Pergub mewajibkan setiap orang dan lembaga baik pemasok, distributor, produsen, penjual menyediakan pengganti tiga jenis palstik yang dilarang. Pergub juga melarang peredaran, distribusi, dan penyediaan tiga jenis PSP oleh masyarakat, pelaku usaha, desa adat, dan sebagainya.