Sekitar 450 ribu aparat gabungan dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) bersiaga terkait pengumuman hasil Pemilu 2019 pada 22 Mei Mendatang. Tujuannya, mengantisipasi bila terjadi kerusuhan.
Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto menyatakan ada risiko aksi dari pihak yang tidak menerima hasil perhitungan suara Komisi Pemilihan Umum. "Provokasi dan penciptaan opini melalui media sosial masih kuat, dapat terjadi aksi unjuk rasa bahkan penyerangan terhadap KPU," kata dia dalam Rapat Kerja Dewan Perwakilan Daerah di Jakarta, Selasa (7/5).
(Baca: Situng KPU Nyaris 70%, Keunggulan Jokowi Melebar Jadi 13,4 Juta Suara)
Menurut dia, ada peningkatan berita bohong atau hoaks di media sosial. Selain itu, ia menyebut soal penyebaran ujaran kebencian menggunakan politik identitas. Ia pun menyarankan setiap peserta Pemilu untuk tidak memprovokasi massa.
Secara total, TNI menyiagakan 177.434 tentara di seluruh wilayah Indonesia. Rinciannya, Angkatan Darat 161.694 orang, Angkatan Laut 11.117 orang, serta Angkata Udara mencapai 6.625 orang. Alat utama sistem senjata juga disiagakan.
Terkait tuduhan Pemilu curang, Hadi mengatakan TNI dalam posisi tetap menjaga netralitas. “Tetapi masih ada yang harus tetap kami perhatikan setelah pelaksanaan Pemilu serentak sambil terus memprediksi perkembangan situasi yang mungkin terjadi," kata dia.
(Baca: Prabowo Beberkan Dugaan Kecurangan Pemilu ke Media Asing)
Di sisi lain, Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyatakan pihaknya menjalankan operasi pengamanan Pemilu mulai 20 September 2018 sampai 21 Oktober 2019. Polri mengerahkan sebanyak 271.888 orang, separuh dari kekuatan kepolisian.
Dia menjelaskan langkah pengamanan diperlukan lantaran banyak risiko yang dihadapi dalam Pemilu. Terlebih, Indonesia melakukan Pemilu terbesar dalam waktu sangat cepat di 17 ribu pulau serta tiga zona waktu. "Pesta demokrasi yang ada kontes politik pasti akan menuai perbedaan," kata dia.
(Baca: Anggap Prabowo Dipasok Data Tak Akurat, Demokrat Ragu Kemenangan 62%)
Menurut dia, sudah ada 600 laporan ke Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu), tapi yang diproses di kepolisian sebagai tindak pidana hanya sekitar 159 laporan. Sisanya, sebanyak 441 laporan hanya masuk proses mediasi Bawaslu.
Secara rinci, dari 159 kasus yang diproses di kepolisian, sebanyak 123 perkara di antaranya masuk tahap dakwaan Jaksa Penuntut Umum, 23 perkara dihentikan, dan 13 perkara dalam proses penyidikan.