Pemerintah Akan Memasukkan Tiga Kartu Sakti Jokowi dalam APBN 2020

ANTARA FOTO/Idhad Zakaria
Presiden Joko Widodo meminta pelajar menunjukkan Kartu Indonesia Pintar (KIP) di SMA Negeri 2 Purwokerto, Jawa Tengah, 16 Juni 2017.
23/4/2019, 15.22 WIB

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pemerintah akan menampung program Kartu Prakerja, Kartu Sembako Murah, dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah dalam APBN 2020. Ketiga kartu tersebut merupakan program Joko Widodo saat menjadi calon presiden dalam Pilpres 2019.

Menurut Sri Mulyani, ketiga program tersebut berkaitan dengan fokus pemerintah mengembangkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Pemerintah tengah menghitung kebutuhan anggarannya dalam APBN 2020. "Berbagai program yang selama ini sudah disampaikan untuk ditampung seperti Kartu Sembako, KIP Kuliah, dan Kartu Prakerja," kata Sri Mulyani di Istana Kepresidenan, Bogor, Jawa Barat (23/4).

(Baca: Jokowi Targetkan Tahun 2020 Pertumbuhan Ekonomi Mampu Capai 5,6%)

Program Kartu Sembako Murah nantinya dilebur dengan Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan non-Tunai (BPNT) dalam satu kartu. Dengan begitu diharapkan membantu masyarakat mendapat kebutuhan sehari-hari dengan harga terjangkau.

Sementara untuk program Kartu Prakerja dan KIP Murah, Sri Mulyani menyebutkan Jokowi masih meminta beberapa perubahan dan sedang dikoordinasikan dengan kementerian atau lembaga terkait. "Nanti kita lihat finalnya," kata Sri Mulyani.

(Baca: Jokowi Minta Belanja Barang Dikurangi pada APBN 2020)

Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri menyatakan Kartu Prakerja akan masuk ke dalam program vokasi. Kartu Prakerja nantinya berisikan paket pelatihan dan sertifikasi, serta insentif honor bagi pemegang kartu yang belum mendapat pekerjaan setelah mendapat pelatihan.

Pemerintah berencana menggenjot program vokasi mulai 2020. Rencana ini sejalan dengan fokus untuk mengembangkan kualitas sumber daya manusia di masa mendatang. Nantinya, vokasi tidak hanya didorong melalui jalur pendidikan. Pemerintah akan menggiatkan pelatihan-pelatihan vokasi untuk masyarakat.

(Baca: Asumsi Makro Meleset, Pemerintah Dinilai Perlu APBN-P)

Untuk itu, Hanif menyebutkan pemerintah hendak melibatkan banyak pihak swasta agar program vokasi berjalan lebih masif. Pemerintah sedang merancang aturan super deduction tax untuk menarik minat pihak swasta berinvestasi di program vokasi.

Melalui aturan tersebut, pihak swasta yang berinvestasi di program vokasi bisa mendapatkan tambahan faktor pengurang pajak hingga 200 %. Alhasil, penghasilan kena pajak perusahaan menjadi lebih kecil. Pajak penghasilan (PPh) yang dibayarkan perusahaan pun bisa menjadi lebih rendah. "Pelibatan swasta harus terus didorong, termasuk memberi insentif kepada mereka," kata Hanif.

(Baca: Defisit APBN Melebar, Capai Rp 101,96 Triliun pada Triwulan I 2019)

Reporter: Dimas Jarot Bayu