Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pramono Ubaid menilai, hasil berbagai exit poll terkait Pemilu 2019 di luar negeri tak dapat dipertanggungjawabkan. Sebab, lembaga survei yang mengadakan exit poll tersebut tidak resmi.
Menurutnya, berbagai lembaga yang mengadakan exit poll Pemilu di luar negeri tidak mengajukan diri melakukan survei politik kepada KPU. Saat ini hanya ada 33 lembaga survei yang terdaftar di KPU dan lembaga survei itu hanya melakukan survei di dalam negeri.
Atas dasar itu, Pramono mengimbau masyarakat tak mudah mempercayai berbagai hasil exit poll Pemilu di luar negeri yang kerap beredar di media sosial. "Kalau mau mengeluarkan secara resmi, mereka harus mendaftarkannya kepada KPU," kata Pramono di kantornya, Jakarta, Senin (15/4).
(Baca: KPU Sebut Kisruh Pemilu di Luar Negeri karena Pemilih Khusus Membludak)
Hal senada disampaikan Komisioner KPU Hasyim Asy'ari. Exit poll tak bisa dijadikan acuan untuk hasil Pemilu 2019 di luar negeri. Sebab, pemungutan suara di luar negeri tak hanya dilakukan langsung di TPS, tapi juga lewat pos dan Kotak Suara Keliling (KSK). "Jadi, kalau ada orang mengatakan hasil exit poll, itu baru sebagian Pemilu di TPS," ujar Hasyim.
Menurutnya, survei exit poll biasanya dilakukan dengan menanyakan pilihan pemilih yang baru saja mencoblos di TPS. Hasyim menilai, sulit bagi surveyor untuk menanyakan pilihan pemilih yang menggunakan metode pos. Kesulitan yang sama juga bakal dihadapi surveyor kepada pemilih yang menggunakan metode KSK.
(Baca: Tim Kampanye Jokowi Kritik Penyelenggara Pemilu Luar Negeri)
Atas dasar itu, Hasyim menilai survei exit poll untuk Pemilu 2019 lebih tepat dilakukan pada 17 April 2019. Sebab, perhitungan suara di luar negeri bersamaan dengan penghitungan suara di dalam negeri. "Di luar negeri yang memungkinkan kalau quick count ketiga metode itu, pada tanggal 17 April 2019," kata Hasyim.