Wakil Presiden RI Jusuf Kalla menegaskan bahwa Indonesia tidak dalam fase deindustrialisasi seperti yang diungkapkan calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto saat debat pilpres 2019, Sabtu (13/4). Sebab, industri manufaktur masih memberi kontribusi besar terhadap PDB nasional selama empat tahun terakhir.
Menurut Kalla, dalam empat tahun terakhir kontribusi industri manufaktur rata-rata mencapai 21,30 %. "Berdasarkan capaian kontribusi manufaktur saat ini, tidak benar kalau ada deindustrialisasi," kata Kalla dalam keterangan resmi di sela acara Indonesia Industrial Summit (IIS) 2019 di Tangerang, Banten, Senin (15/4).
Karenanya, dia mengimbau pengembangan sektor manufaktur bisa terus dipacu, salah satunya dengan memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas secara lebih efisien. Sebab, kemajuan teknologi menurutnya tak bisa dihindari, melainkan harus dimanfaatkan untuk menggenjot agar bersaing secara global.
(Baca: Deindustrialisasi Berpotensi Hambat Pertumbuhan Ekonomi)
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto pun menyatakan dengan kontribusi manufaktur sebesar 20% terhadap PDB, Indonesia menempati peringkat kelima di antara negara G20. Indonesia berada di posisi setelah Tiongkok yang sumbangsih industri manufakturnya 29,3 %, disusul Korea Selatan (27,6 %), Jepang (21 %), dan Jerman (20,7%). “Rata-rata kontribusi manufaktur dunia saat ini 15,6 %. Tidak ada satu negara di manapun yang di atas 30 %,” kata Airlangga.
Kotribbusi manufaktur terhadap PDB Indonesia sebesar 30 % memang pernah terhadi di era 90-an. Namun ketika itu, PDB Indonesia secara keseluruhan baru mencapai US$ 95 miliar. “Sekarang sumbangan 20 % itu dari nilai PDB yang sudah mencapai US$ 1 triliun, naik sekitar 10 kali lipat. Sehingga magnitude-nya berbeda," ujarnya.
Di samping itu, beberapa kinerja sektor manufaktur mampu melampaui pertumbuhan ekonomi nasional. Seperti, industri mesin dan perlengkapan yang tumbuh 9,49 %, industri kulit dan alas kaki 9,42 %, serta industri logam dasar 8,99%.
Sementara jika ditilik dari performa manufaktur Indonesia berdasrkan prompt manufacturing index (PMI) periode kuartal I 2019 yang menyentuh di level 52,65 % yang meningkat dibanding kuartal IV tahun lalu 52,58 %, menunjukkan bahwa sektor industri manufaktur sedang ekspansif.
(Baca: Bantah Deindustrialisasi, Kemenperin: Sumbangan PDB Manufaktur Tinggi)
Karena itu pemerintah terus mendorong hilirisasi industri agar memberi efek berantai yang luas terhadap perekonomian nasional. Misalnya, di kawasan industri Morowali melalui akvitas smelter nikel. Pada lima tahun lalu ekspor nikel ore hanya berkisar US$ 200 juta. Kini masukn industri stainless steel yang investasinya mencapai US$ 5 miliar. Dampaknya, ekspor tembus di atas US$ 5 miliar atau terjadi kenaikan 25 kali lipat.
Di sektor otomotif juga menunjukkan pendalaman struktur yang signifikan dan mampu menyerap tenaga kerja langsung hingga satu juta orang. “Bahkan saat ini, sudah ada empat pabrikan besar yangtelah menjadikan Indonesia sebagai bagian dari rantai supply global," ujarnya.
Dalam waktu dekat, bahkan menurutnya akan ada beberapa prinsipal yang akan bergabung, sehingga menjadikan Indonesia sebagai hub manufaktur otomotif di kawasan Asia. (Baca: Industri 4.0 Akan Menambah PDB Indonesia hingga Rp 2.100 Triliun)