Lembaga Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) menyatakan faktor hoaks mempengaruhi tingkat elektabilitas Joko Widodo (Jokowi). Tiga indikator hoaks yang menyerang Jokowi menjadi fokus survei SMRC yakni antek Tiongkok, anti-Islam, serta anggota Partai Komunis Indonesia (PKI).
SMRC mencatat hoaks antek Tiongkok menggerus elektabilitas Jokowi. Hal ini terlihat dari perbandingan tingkat elektabilitas Jokowi-Ma'ruf Amin sebesar 57,6% pada survei Februari 2019 yang kemudian turun menjadi 56,8% pada April 2019.
(Baca: Survei Final SMRC: Pakai 4 Metode, Jokowi Ungguli Prabowo)
Sebaliknya, masyarakat yang percaya Jokowi antek Tiongkok naik dari 10% pada Februari menjadi 13% saat April 2019. Untuk hoaks yang menyebutkan Jokowi anggota PKI dan anti-Islam, tidak terlihat kenaikan dan stabil dengan tingkat kepercayaan masyarakat 6%.
Direktur Riset SMRC Deni Irvani menyatakan meskipun jumlah masyarakat yang percaya sedikit, hoaks memiliki dampak elektoral. "Faktor-faktor itu kemungkinan jadi hal yang bisa menjelaskan elektabilitas Jokowi cenderung menurun," kata Deni di Jakarta, Jumat (12/4).
(Baca: Jokowi: Yang Bikin Hoaks Tentang Saya Itu Enggak Mikir)
Dia menjelaskan, ketika proporsi masyarakat yang percaya terhadap hoaks tentang Jokowi naik, elektabilitas mantan Gubernur DKI Jakarta itu juga menurun. Namun, SMRC tidak mengkaitkan isu hoaks terhadap peningkatan dukungan kepada Prabowo Subianto dan Sandiaga Salahuddin Uno.
Yang jelas, tren survei secara langsung SMRC untuk elektabilitas Prabowo-Sandi menunjukkan peningkatan dari 31,8% pada Februari 2019 menjadi 37,0% di April 2019.
SMRC mengadakan survei pada 5-8 April 2019 atau setelah debat keempat. Jumlah responden 2.568 orang yang memiliki hak pilih. Pemilihan responden melalui stratified multistage random sampling.
Dari jumlah tersebut, 2.285 responden berhasil diwawancarai lewat tatap muka. Margin of error survei sebesar 2,1% dan tingkat kepercayaan sebesar 95%. Namun, margin of error dapat lebih besar karena efek desain survei.
Kinerja Jokowi Dinilai Positif
SMRC menyatakan isu yang berkembang di masyarakat sangat berkaitan dengan tingkat keterpilihan pasangan calon presiden dan wakil presiden. Selain hoaks, faktor lain seperti kinerja dan keyakinan masyarakat, serta kondisi ekonomi, politik, hukum, dan keamanan.
Dalam perbandingan survei Februari 2019 dan April 2019, Deni mengungkapkan evaluasi atas kinerja Jokowi stagnan pada level 71%. Sementara itu, keyakinan masyarakat terhadap kemampuan Jokowi naik dari 66% menjadi 68%. "Indikator merepresentasikan fakta tentang kondisi yang sebenarnya," ujarnya.
(Baca: Katadata Investor Index: Investor Puas dengan Kinerja Pemerintah)
Lebih lanjut, masyarakat yang percaya pada Jokowi untuk faktor kondisi keamanan turun dari 66% jadi 62%, kondisi penegakkan hukum turun dari 51% jadi 49%, dan kondisi politik stabil pada level 36%. Namun, kondisi ekonomi nasional meningkat dari 46% menjadi 47% akibat level inflasi yang terjaga.
SMRC melaporkan jumlah undecided voters (pemilih yang belum tegas karena tidak tahu atau rahasia) pada April 2019 pada level 6,3%, turun dari angka 10,6% di bulan Februari 2019. Deni menjelaskan Prabowo-Sandi berhasil mengambil suara masyarakat yang masuk kategori undecided voters selama dua bulan terakhir.
(Baca: Kinerja Pemerintah Dinilai Semakin Membaik)
Guru Besar Psikologi Politik Universitas Indonesia (UI) Hamdi Muluk menegaskan hasil survei menggambarkan sikap masyarakat terhadap pemilihan suara yang bakal berlangsung. Sehingga, masih ada kemungkinan pergeseran pilihan karena situasi.
Hamdi menjelaskan perilaku rakyat Indonesia terhadap pilihan pemimpin bakal lebih tercermin dalam exit polls atau quick count pasca-pemilihan. Tetapi, dia menambahkan: "Kalau tidak ada faktor situasional yang berubah drastis dalam satu-dua pekan, bisa jadi prediksi tidak akan berubah jauh."