Kedua pasangan calon presiden dalam Pilpres 2019, Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, menargetkan Indonesia keluar dari jebakan negara bependapatan menengah (middle income) menjadi berpendapatan tinggi (high income) sebelum masa bonus demografi berakhir. Apa saja strategi mereka?
Anggota Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Arie Mufti mengatakan Prabowo akan membangun infrastruktur yang memiliki daya ungkit terhadap perekonomian. Dengan cara itu, pertumbuhan ekonomi dapat meningkat dan Indonesia keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah.
Infrastruktur akan disusun secara terencana sehingga tidak membebani masyarakat. "Jadi bukan seperti LRT yang jadi beban Sumatera Selatan, Bandara Kertajati yang jadi beban Jawa Barat," kata dia dalam diskusi di Universitas Indonesia, Jakarta, Kamis (11/4).
(Baca: INDEF Sebut Target Ekonomi Ala Sandiaga Hampir Mustahil Tercapai)
Menurut dia, pembangunan infrastruktur pada era Presiden Joko Widodo tidak bisa memberikan kemakmuran kepada rakyat. Sebab, pembangunan itu hanya sebatas strategi kampanye.
Ia menilai, pembangunan infrastruktur yang massif saat ini tidak bisa mendorong pertumbuhan ekonomi melebihi 5%. "Kok ekspor tidak berkembang, industri melemah? Bahkan ketika kita berutang, dananya tidak bisa menghasilkan ekspor," ujarnya.
(Baca: Sandiaga Uno Berjanji Akan Turunkan Tarif Listrik Hingga 20%)
Selain itu, Prabowo akan memperhitungkan dampak keekonomian pada infrastruktur yang dibangun. Dengan demikian, sejumlah Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) tidak akan mati akibat pembangunan yang masif. "Jadi tidak akan ada tempe setipis ATM, sawah menurun produktivitasnya, harga panen tebu turun," katanya.
Upaya lainnya, Prabowo akan fokus pada pembangunan sejumlah industri, yaitu agroindustri, manufaktur, dan industri halal. Hal ini juga diiringi dengan pemberian insentif yang tepat sasaran.
Strategi Jokowi Lepas dari Jebakan Kelas Menengah
Strategi berbeda disampaikan Anggota Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Rama Pratama. Ia menilai industri yang berbasis sumber daya alam perlu diubah jadi berbasis modal dan keahlian. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi dapat mencapai 7% pada 2023.
Kalau terpilih kembali, Jokowi akan mengutamakan hasil produksi diserap oleh pasar dalam negeri. Hal ini dapat mendorong Indonesia keluar dari jeratan pendapatan berpenghasilan menengah.
(Baca: Tantangan Presiden Terpilih, Kenaikan Upah Buruh Hambat Investasi)
Dengan mengutamakan pasar domestik, Indonesia tidak akan bergantung kepada negara lain. Apabila permintaan global melemah, negara ini tidak akan kehilangan pasarnya. "Apalagi kondisi global sedang gloomy," ujarnya.
Selain itu, Jokowi akan membuka sumber ekonomi baru melalui sektor pariwisata dan industri halal. Bahkan, Indonesia ditargetkan menjadi destinasi halal nomor satu.
Upaya ini juga diiringi dengan peningkatan sektor ekonomi kreatif. Sebagai informasi, kinerja ekspor industri kreatif mencaai Rp 316,4 triliun atau meningkat 5% dibandingkan tahun sebelumnya.
(Baca: Debat Pilpres 2019, Sandiaga akan Serang Pertumbuhan Ekonomi 5% Jokowi)
Rama mengatakan, keseluruhan strategi tersebut akan didukung oleh infrastruktur. Masyarakat menjadi lebih produktif dalam mengembangkan sumber ekonomi baru. "Aset infrastruktur akan boosting konsumsi," ujarnya.
Berdasarkan data Bank Dunia per 2017, sebanyak 47 negara berada di kategori berpendapatan menengah bawah (lower middle income) dan 56 negara berada di kategori berpendapatan menengah atas (upper-middle income). Sebanyak dua negara tercatat berhasil naik menjadi negara berpendaatan tinggi (high income) yaitu Argentina dan Panama.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Pieter Abdullah Redjalam mengatakan, berdasarkan perhitungannya, Indonesia perlu mendongkrak pertumbuhan ekonomi dengan rata-rata 6,8% per tahun selama 19 tahun ke depan untuk bisa menjadi negara berpendapatan tinggi. "Untuk keluar dari jebakan ini, pertumbuhan 5% tidak cukup," ujarnya.