Sinar Cerah Produk Industri Kreatif di Pasar Global

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Model memperagakan busana rancangan Defrico Audy bertema Savana Muria pada ajang Indonesia Fashion Week (IFW) 2017 di Jakarta, Minggu (5/2). Savana Muria menampilkan sejumlah kain dari Kabupaten Kudus yang dirancang oleh empat perancang busana yaitu Rudy Chandra, Ariy Arka, Defrico Audy, dan Ivan Gunawan.
Penulis: Hari Widowati
8/4/2019, 07.00 WIB

Ekspor produk-produk industri kreatif diprediksi terus meningkat. Setidaknya bila melihat laju transaksinya yang sejak dua tahun lalu mencapai Rp 266 triliun. Karena itu, Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) terus mendorong penjualan produk ini ke mancanegara sebagai salah satu penghasil utama devisa, dengan target tahun ini Rp 311,75 triliun.

Dari 16 subsektor industri kreatif, ada tujuh subsektor industri yang menjadi prioritas untuk menembus pasar global, yakni kuliner, fesyen, kriya, gim, film, musik, dan penerbitan pada tahun ini. Dan saat ini, tiga subsektor memberikan kontribusi terbesar untuk ekspor, yaitu fesyen 54,54 %, kriya 39,01 %, dan kuliner 6,31 %.

Ada beberapa hal yang disiapkan Bekraf untuk mendorong produk industri kreatif makin berkibar di pasar internasional. Pertama, menyeleksi dan memfasilitasi produk-produk industri kreatif untuk mengikuti pameran di luar negeri. Kedua, mempromosikan dan membantu branding produk serta jasa industri kreatif. Ketiga, membangun citra produk secara konsisten di dalam maupun di luar negeri.

(Baca: Impian Industri Kreatif Tanah Air Menapaki Jejak Korea)

Badan ini juga rajin mengajak produsen untuk mengikuti pameran di sejumlah negara. Di subsektor fesyen, misalnya, Bekraf menggandeng Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Singapura menggelar pameran RISING Fashion 2018 di Paragon Mall. Kegiatan pada 1 - 30 Agustus 2018 tersebut diikuti 14 jenama.

Mereka di antaranya Purana, Saul, Nataoka, Hunting Fields, Maison Met, dan Pattent Goods. Lalu ada Oaksva Jewellery, Woodka, Bermock, Danjyo Hiyoji, Alexalexa, D.Tale, Jeffy Tan, dan Diniira.  

Deputi Pemasaran Bekraf Joshua Simandjuntak mengatakan, Singapura dipilih sebagai tempat penyelenggaraan pameran karena merupakan salah satu fashion hub dunia. “Kehadiran Bekraf pada acara ini sudah tepat untuk meningkatkan ekspansi produk subsektor fesyen Indonesia di dunia internasional,” kata Joshua.

(Baca: Indonesia Fashion Week 2019 Incar Transaksi Rp 100 Miliar)

Menurut Global Fashion Capitals 2017, Singapura berada di posisi kesebelas dari 63 kota besar di dunia yang dianggap sebagai pusat fesyen. Sebab, Negeri Singa tersebut memiliki akses pasar yang sangat besar. “Di sisi lain, Indonesia memiliki bakat yang mumpuni di bidang fesyen,” kata Minister Councellor KBRI Singapura Sigit Widianto dalam pernyataan resminya. 

Gaun Desainer Indonesia yang Mendandani Selebriti Dunia

Maison Met, salah satu label fesyen karya desainer Mety Choa, mendapatkan tawaran kerja sama dengan perusahaan perhiasan di Singapura setelah mengikuti pameran tersebut. Mety bersyukur mendapat dukungan pemerintah untuk mengikuti ke event internasional. “Kami berharap pemerintah makin gencar mendorong para desainer untuk masuk ke pasar internasional,” ujarnya.

Sebelumnya, Maison Met telah mencatat prestasi di panggung fesyen global. Tahun 2017 menjadi debut Maison Met di New York Couture Fashion Week. “Teman saya melihat gaun-gaun saya cocok untuk dibawa pameran ke sana,” kata Mety ketika ditemui Katadata di Atamerica, Jakarta.

(Baca Edisi Khusus: Industri Kreatif dalam Bidikan Para Pengusung Modal)

Di pagelaran itu, ia membawa koleksi busana bertema Blanc. Gaun-gaun putih yang menunjukkan sentuhan feminin, minimalis, dan modern. Mety berkolaborasi dengan Rinaldi A Yunardi, desainer aksesoris asal Indonesia, untuk memperkuat koleksi yang ditampilkannya.

Gaun karya Mety Choa dikenakan Gwen Stefani (TWITTER/CBS TV)

Desainer kelahiran Jambi itu menyebut ciri khas dari gaun-gaun karyanya adalah sophisticated dan effortless. Ia ingin penggunanya tampil cantik tanpa harus kesulitan bergerak. “Supaya yang mengenakannya merasa sangat nyaman, seperti kulit sendiri,” ujar desainer jebolan Raffles LaSalle College itu.

(Baca: Upaya Bekraf Angkat Sarung sebagai Produk Budaya di IFW 2019)

Debut ini mendapat sambutan positif dan sejak saat itu Mety banyak diminta untuk mendandani selebriti dunia. Gaun kuning Maison Met yang dikenakan Kat Graham di the Art of Elysium Heaven Gala mendapat pujian dari media Amerika. Demikian juga penyanyi Gwen Stefani yang memilih gaun Calla Rose berwarna keemasan ketika tampil dalam acara CBS TV Home for the Holiday. Selain itu, beauty vlogger Desi Perkins tampil menawan dalam balutan gaun Maison Met di After Party Golden Globes 2019.

Salah satu gaun rancangan Mety yang spesial adalah yang dikenakan Anggun dalam Opening Ceremony Asian Games 2018. Dalam cuitan yang diunggah di akun twitter @Anggun_Cipta, ia meminta Mety membuat gaun “Kemben Jawa” versi modern dengan warna emas, yang merepresentasikan medali simbol kemenangan. Gaun serharga US$ 85 ribu atau Rp 124 juta itu disiapkan hanya dalam waktu satu bulan. Penampilan Anggun dilengkapi dengan mahkota karya Rinaldy A Yunardy.

Anggun mengenakan gaun rancangan Mety Choa (TWITTER/ANGGUN OFFICIAL)

Mety mengakui tidak mudah bagi desainer lokal untuk mengikuti pameran internasional. Kadang-kadang mereka harus mencari sponsor sendiri. Maison Met bergabung dengan The Clique, sebuah agensi yang berbasis di Hong Kong, untuk mendukung promosi produknya di luar negeri. Beberapa desainer Indonesia lainnya, seperti Rinaldy A Yunardi dan Monica Ivena, juga berada di bawah naungan The Clique.

Ekspansi Kedai Kopi Indonesia

Selain fesyen, produk-produk industri kreatif dari subsektor kuliner juga menemukan jalannya di pasar internasional. Sebut saja kopi. Indonesia memiliki ragam kopi yang memiliki cita rasa khas dan digemari para pecinta kopi dunia, seperti kopi Toraja, Gayo, Mandailing, Flores, hingga kopi Luwak yang disebut sebagai kopi termahal di dunia. Namun, Indonesia hanya menempati posisi keempat eksportir dunia setelah Brasil, Vietnam, dan Kolombia.

PT Javanero Indonesia Coffee, produsen dan eksportir kopi Indonesia, adalah salah satu perusahaan yang berhasil membuka pasar di luar negeri. Setelah sukses di Singapura, Javanero membuka kedai kopi Soma Coffee di Brisbane, Australia.

Kemasan kopi Javanero yang tembus pasar global. (Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA)

Presiden Direktur Javanero Teddy K Somantri mengatakan, kedai kopi merupakan ekspansi perusahaan di bisnis hilir. “Ini agar biji kopi Javanero yang kami ekspor memiliki showcase. Jualan ekspor jadi lebih mudah,” ujarnya. 

Javanero merupakan produsen dan eksportir biji kopi berkualitas tinggi dari Jawa Barat, Bali, dan Sumatra. Seluruh kopi yang disajikan di kedai Soma Coffee berasal dari pabriknya di Jawa Barat.

Teddy menyebutkan Javanero menggandeng salah satu pemain kedai kopi jagoan di Australia sebagai mitra investor Soma Coffee. Sementara sistem dan suplai kopi dari Grup Javanero.

(Baca Edisi Khusus: Langkah Panjang Gim Lokal Menjadi Tuan Rumah di Negeri Sendiri )

Soma Coffee hadir sebagai ruang pamer berbagai varian biji kopi yang diproduksi Javanero. Berkaca dari bisnis yang ada di Singapura, keberadaan gerai fisik mempermudah perusahaan meyakinkan calon pembeli karena bisa mencicipi langsung hasil seduhan kopi di kedai Soma.

Pembukaan Soma Coffee di Australia ini terpaut dua tahun setelah Javanero membuka kedainya di kawasan bisnis Sky Suites, tidak jauh dari stasiun MRT Tanjong Pagar, Singapura. Awalnya, KBRI Singapura mengajak Javanero melakukan coffee cupping di negara tersebut pada November 2015. Atase Perdagangan Sugih Rahmansyah lantas mendorong Javanero membuka gerai kopi yang menggunakan biji kopi Indonesia.

Kedai Soma Coffee pertama di Singapura dibuka pada Februari 2017. Singapura adalah batu loncatan bagi Javanero untuk membidik pasar negara-negara ASEAN lainnya. Di Indonesia, gerai Soma Coffee ada di Bandung dan dua lokasi di Jakarta Selatan, yakni di kawasan perkantoran Arkadia dan di selasar timur Stadion Akuatik, Gelora Bung Karno (GBK).

Sebelum membuka kedai kopi di luar negeri, Javanero rajin mengikuti berbagai pameran perdagangan, coffee cupping yang diselenggarakan oleh KBRI, dan kegiatan internasional lainnya. Pada 2015, Javanero membawa kopi Arabika dari Jawa Barat dalam coffee cupping yang diselenggarakan KBRI London. Kopi dengan cita rasa segar, nikmat dengan aroma manis jeruk, dan tingkat keasaman sedang itu menarik minat para importir di negara Ratu Elizabeth itu.

 Javanero juga mengekspor kopi ke Selandia Baru sejak 2015. Beberapa jenis kopi Indonesia yang digemari di sana adalah kopi Jawa dan Mandailing. (Baca: Accelerice, Pendukung Inovasi Industri Kuliner Indonesia

Tahun lalu, Javanero mengikuti kompetisi Coffee Roasted in Their Country of Origin yang diselenggarakan Agency for the Valorization of the Agricultural Products (AVPA) di Paris, Prancis. Tiga produk kopinya berhasil meraih penghargaan Simple Gourmet, yakni Javanero Pasundan Natural, Javanero Pasundan, dan Javanero Papandayan. 

Promosi Kekayaan Literasi Indonesia di London Book Fair

Promosi yang tak kalah gencar juga dilakukan untuk produk-produk industri kreatif dari subsektor penerbitan. Pada pertengahan Maret lalu, Bekraf memilih 12 penulis Indonesia dalam London Book Fair untuk memperkenalkan kekayaan literasi Indonesia.

Bekraf juga mengajak sejumlah pelaku industri kreatif lainnya di subsektor kuliner, fesyen, film, hingga gim dan animasi digital. “Kita perlu cara-cara baru untuk memperkenalkan produk kreatif Indonesia ke mancanegara,” kata Wakil Kepala Bekraf Ricky Pesik kepada Katadata.co.id. Setidaknya ada 120 acara yang diikuti para pelaku industri kreatif selama berada di London.

(Video Edisi Khusus: Musim Semi Industri Kreatif di Indonesia)

Indonesia yang terpilih sebagai market focus dalam London Book Fair tampil dengan stan seluas 600 meter persegi. Promosi dan kehadiran Indonesia sangat mencolok dengan spanduk berukuran raksasa di area pameran buku terbesar kedua di dunia ini.

London Book Fair 2019 (Katadata | Heri Susanto)

Upaya ini tidak sia-sia. Hak cipta untuk 23 judul buku terjual dalam pameran tersebut. Sebanyak 480 judul buku dari para penulis Indonesia juga dilirik oleh penerbit besar dari 12 negara.

Bekraf optimistis produk-produk industri kreatif Indonesia akan semakin bersinar dan memiliki daya saing di pasar global. Sederet agenda internasional telah menunggu kehadiran para pelaku industri kreatif dan menjadi karpet merah menuju pasar global.

Namun, hal ini tak boleh membuat kita terlena. Fokus pada kualitas dan kejelian untuk mengikuti tren juga akan menjadi bekal berharga bagi keberhasilan produk kreatif menembus pasar internasional.

Reporter: Dini Hariyanti, Heri Susanto