Sidang kasus korupsi perizinan megaproyek Meikarta terus berlanjut di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung. Dalam persidangan kali ini terungkap pimpinan dan anggota DPRD Kabupaten Bekasi diduga menerima uang Rp 1 miliar dan gratifikasi liburan ke Thailand untuk memuluskan pengurusan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) megaproyek Meikarta.
Jaksa menghadirkan sebanyak 20 anggota anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bekasi untuk terdakwa Bupati Bekasi non-aktif, Neneng Hassanah Yasin, dan Kepala Dinas Tata Ruang Kabupaten Bekasi, Neneng Rahmi Nurlaili.
(Baca: Lippo Karawaci Bidik Pendanaan Rp 14,5 T, Salah Satunya untuk Meikarta)
Jaksa KPK I Wayan Riana mencecar para saksi terkait pemberian sejumlah uang dan fasilitas jalan-jalan ke Thailand untuk memuluskan proyek Meikarta. Neneng Rahmi menyebutkan ada aliran dana sebesar Rp 1 miliar yang diberikan dalam empat kali pemberian untuk memuluskan RDTR.
Dana pertama kali diberikan Rp 200 juta kepada anggota DPRD Bekasi sekaligus ketua pansus RDTR Taih Minarno, kedua kepada Mustakim sebesar Rp 300 juta. Namun pemberian ketiga dan keempat sebesar Rp 500 juta masih belum jelas penerimanya.
"Kalau dari keterangan Neneng Rahmi itu jelas (dananya) dari Meikarta, dari Lippo Cikarang," kata jaksa Riana.
(Baca: Meikarta Paling Banyak Dilaporkan Konsumen Terkait Sengketa Properti)
Mustakim dalam kesaksiannya mengakui menerima Rp 300 juta dari Rahmi. "Saat itu sore hari saya di sekitar kantor, Ibu Neneng Rahmi yang memberikan ke saya Rp 300 juta, saya bagi berempat, dibagi masing masing mendapat Rp 75 juta," kata Mustakim.
Jaksa menanyakan pembagian uang tersebut kepada yang menerima, salah satunya adalah Sunandar selaku ketua DPRD Bekasi. Sunandar pun mengakui menerima 75 juta dari Mustakim.
Jaksa Riana menyebutkan seluruh saksi yang dihadirkan mengaku ikut ke Thailand namun mereka enggan menyebutkan sumber dana kegiatan. Sebagian orang mendapatkan uang saku untuk jalan-jalan ke Thailand, namun sebagian tidak.
"Sejauh ini mereka (saksi) mengakui menerima tapi terkait atau hubungannya dengan Meikarta mereka tidak mengakui secara terus terang," kata Riana.
(Baca: Setahun Berlalu, Wujud Megaproyek Meikarta Terlunta Mengejar Mimpi)
Dalam persidangan sebelumnya, mantan Gubernur Jabar Ahmad Heryawan datang sebagai saksi terkait pertemuannya dengan Neneng. Aher mengakui pernahbertemu dengan Neneng saat di Moscow, Rusia.
"Jadi pertemuan saya dengan Bu Neneng di Moskow, Rusia itu kebetulan. Ini artinya tidak ada agenda pertemuan dengan Neneng. Kami bertemu di hotel di Moskow saat sarapan pagi," kata Aher dalam sidang pada Maret lalu.
Aher menyatakan dalam pertemuan tersebut memang pernah disinggung mengenai proyek pembangunan Meikarta.
"Kalau soal proyek Meikarta Bu Neneng yang membuka. Waktu itu juga saya sampaikan kepada Bu Neneng silakan urus perizinan Meikarta sesuai prosedur dan aturan yang berlaku," kata Aher.
Pada sidang tersebut, anggota majelis hakim Lindawati juga bertanya soal pertemuan Aher dengan pihak Lippo Group untuk membahas proyek Meikarta. Awalnya Aher tak mengakui pertemuan tersebut.
Namun, Aher pernah bertemu James Riady. Aher mengaku, bertemu dengan James Riady saat di acara pernikahan putri Jokowi di Kota Solo, Jawa Tengah. "Saya pernah bertemu James Riady di perkawinan putri Pak Jokowi di Solo," ujar Aher.