Mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham meminta divonis bebas dalam perkara dugaan penerimaan suap proyek PLTU Riau (Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang Riau-1). Ada sejumlah alasan yang ia ungkapkan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Dalam perkara ini, dia merasa bukan orang yang berkepentingan dengan proyek PLTU Riau I. Secara personal, Idrus juga meyakinkan tidak memiliki kepentingan politis atas pelaksanaan musyawarah nasional luar biasa (munaslub) Partai Golkar karena bukan calon ketua umum.
(Baca: Idrus Marham Dituntut 5 Tahun Penjara dalam Kasus PLTU Riau 1)
Karena itu, Idrus berharap majelis hakim untuk menolak semua dakwaan dan tuntutan jaksa penuntut umum dan membebaskannya dari dakwaan dan tuntutan tersebut. “Memulihkan nama baik, harkat, dan martabat saya,” kata Idrus ketika membacakan pledoi 85 halaman di pengadilan Jakarta, Kamis (28/3).
Sebelumnya, Idrus dituntut pidana penjara limat tahun dan pidana denda Rp300 juta subsider empat bulan kurungan karena dinilai terbukti bersama-sama dengan anggota Komisi VII DPR dari fraksi Partai Golkar non-aktif Eni Maulani Saragih menerima Rp 2,25 miliar guna pelaksanaan munaslub Partai Golkar dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited Johanes Budisutrisno Kotjo dalam pengurusan proyek PLTU MT RIAU-1.
Menurut Idrus, kaitannyannya dengan Eni Maulani Saragih adalah hubungan yang biasa. “Sama seperti hubungan saya dengan kader-kader muda Partai Golkar lainnya yang tidak bertendensi untuk mencari sesuatu yang tidak sesuai hukum dan aturan perundang-undangan,” ujarnya.
(Baca: Kasus PLTU Riau, Eni Saragih Dituntut 8 Tahun Penjara)
Pola komunikasinya dengan Eni yang terungkap dalam sidang menggunakan kata “siap”, “iya bang”, “paham bang”. Menurut Idrus hal itu sebagai tanggapan dari senior, bukan persekongkolan atau kerja sama. Komunikasi itu dinilai dari perspektif pembinaan dalam ruang pengkaderan.
Menurut Idrus, dalam persidangannya, telah jelas Eni Saragih menyatakan tidak mengetahui, tidak terlibat, dan tidak menerima terkait penerimaan sejumlah uang dan janji dari Kotjo. Dalam menutup pledoinya, Idrus membacakan puisi berjudul “Keadilan Sebuah Keniscayaan”.
Saya tidak mengerti mengapa saya harus berdiri di sini,
Tapi saya percaya dan yakin, di sini ada hati nurani,
Nurani bicara kebenaran, nurani bicara keadilan, keadilan sebuah keniscayaan.
Terkait perkara ini, Eni Maulani Saragih pada 1 Maret 2019 lalu telah divonis enam tahun penjara ditambah denda Rp 200 juta subsider dua bulan kurungan. Juga, wajib membayar uang pengganti sebesar Rp 5,87 miliar dan Sing$ 40 ribu.
(Baca: Bos Blackgold Johannes Kotjo Dituntut 4 Tahun Penjara Kasus PLTU Riau)
Sedangkan Johanes Budisutrisno Kotjo diperberat hukumannya oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menjadi 4,5 tahun penjara ditambah denda Rp 250 juta subsider enam bulan kurungan.