Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah memberikan rekomendasi ekspor untuk produk tambang PT Aneka Tambang (Antam) Tbk dengan total 3,5 juta wet metrik ton (wmt). Dari jumlah itu sebesar 2,7 juta wmt untuk ekspor nikel, dan sisanya bauksit.
“Rekomendasi nikel keluar awal Maret dan bauksit pertengahan bulan ini,” ujar Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Yunus Saefulhak kepada Katadata.co.id, Jumat (22/3).
Antam mencatat penjualan feronikel pada tahun lalu senilai Rp 4,7 triliun. Volumenya naik 14% dibanding 2017 menjadi sekitar 24 ribu ton nikel (TNi). Peningkatan ini sejalan dengan stabilitas produksi pabrik feronikel di Pomalaa dengan kapasitas produksi terpasang 27 ribu TNi per tahun.
(Baca: Antam Targetkan Smelter Nikel di Halmahera Rampung 2020)
Penjualan bijih nikelnya pada 2018 mencapai 6,33 juta wmt atau naik 115% dibandingkan 2017. Nilainya sekitar Rp 2,9 triliun atau tumbuh 117%. Penjualan bauksit Antam mencapai 920 ribu wmt atau naik 9% dibandingkan penjualan 2017. Nilainya mencapai Rp 459 miliar.
Antam menjual produk emasnya pada tahun lalu sebera 27.894 kilogram. Angkanya naik lebih dua kali lipat dari tahun sebelumnya yang hanya 13.202 kilogram. Lonjakan signifikan itu juga terjadi pada produk peraknya, dari 7.390 kilogram menjadi 18.357 kilogram.
(Baca: Enam Perusahaan Tambang Tawarkan Divestasi Sahamnya ke BUMN)
Target Antam di 2019
Perusahaan menargetkan produksi nikelnya tahun ini mencapai 30 ribu ton dalam feronikel. Peningkatakan ini sejalan dengan pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) yang akan beroperasi pada Juli nanti. Kapasitasnya 13,5 ribu ton.
Rencananya, Antam juga akan melakukan eksplorasi tambang emas di Oksibil, Papua. Tak hanya emas, wilayah itu juga memproduksi nikel, emas, dan bauksit. Nilai investasinya mencapai US$ 120 miliar (Rp 2.128 triliun).
(Baca: Antam Anggarkan Belanja Modal Rp 3,3 triliun untuk Ekspansi Tahun Ini)
Di saat bersamaan, anak usaha Antam, PT Gag Nikel, sedang mempersiapkan studi kelayakan dan pendanaan untuk membangun smelter nikel di Pulau Gag, Raja Ampat, Papua.
Rencananya, smelter tersebut akan memiliki kapasitas 40 ribu ton nikel per tahun. Pembangunannya seiring dengan produksi nikel di Pulau Gag yang terus meningkat. Targetnya tahun ini mencapai 1,8 juga ton. Lalu, pada 2020 mencapai tiga juta ton.