Wakil Presiden Jusuf Kalla mendukung wacana boikot produk Uni Eropa apabila terbukti ada diskriminasi terhadap produk sawit di kawasan tersebut. Diskriminasi ini akan berdampak besar terhadap perekonomian Indonesia. Ekspor akan turun dan industri sawit menjadi lesu.
Menurutnya, ada sekitar 15 juta orang yang bekerja di industri sawit. Boikot komoditas ini di Uni Eropa bakal membuat penjualan sawit Indonesia berkurang, sehingga berdampak negatif bagi para pekerja. Daya beli mereka bisa turun dan perekonomian, terutama di sentra industri sawit, juga akan melemah.
Kalla mengatakan pemerintah sebenarnya telah mengambil langkah dengan moratorium izin perkebunan sawit. Hal ini merupakan respons atas protes di luar negeri mengenai bisnis sawit yang dianggap tak ramah lingkungan. Namun apabila boikot sawit terjadi bisa memicu masalah terhadap ekonomi Indonesia.
(Baca: Marak Dikecam, Uni Eropa Rilis Pembelaan soal Aturan Biodiesel Sawit)
"Kita juga dapat mengambil tindakan yang sama dengan mengurangi (perdagangan) dengan Eropa," kata Kalla di Jakarta, Jumat (22/3).
Ide boikot ini awalnya dilontarkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan. Penyebabnya, kebijakan diskriminasi sawit Uni Eropa yang dianggap bisa menjadi permasalahan yang sangat serius bagi Indonesia. "Kita negara besar, memiliki kedaulatan yang tidak bisa diganggu oleh siapa pun," kata Luhut beberapa hari lalu.
(Baca: Dampak Anti Sawit Eropa, Gapki: Perlu Alternatif Pasar Ekspor)
Sebelumnya, Komisi Uni Eropa yang mengeluarkan komoditas minyak kelapa sawit sebagai bahan baku biofuel berdasarkan rancangan Arahan Energi Terbarukan (Renewable Energy Directive/ REDII) dan dituangkan dalam regulasi turunan (delegated act). Saat ini rancangan tersebut tinggal menunggu persetujuan Parlemen Eropa.
Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia Vincent Guerend mengatakan ada kaitan antara kelapa sawit dan tingkat deforestasi tinggi periode 2008-2015. Dia menjelaskan dari data yang diterimanya, 45 persen dari ekspansi kelapa sawit terjadi di daerah dengan cadangan karbon tinggi.
(Baca: Indonesia Tolak Keputusan Uni-Eropa Terkait Aturan Anti-Sawit)