Cerita Sri Mulyani Naik MRT, Waktu Perjalanan Lebih Efisien

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Seorang petugas MRT berada di dalam gerbong MRT di Stasiun Dukuh Atas, Jakarta Pusat (27/12). Proyek MRT Jakarta Fase I: Koridor Selatan-Utara (Lebak Bulus-Bundaran HI) tuntas pada Februari-Maret 2019. Dengan demikian pada pertengahan Maret 2019, operasi komersial MRT Jakarta dimulai.
Penulis: Rizky Alika
Editor: Sorta Tobing
6/3/2019, 20.00 WIB

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati baru saja meninjau proyek Moda Raya Terpadu (MRT) dari Stasiun Bundaran Hotel Indonesia hingga Stasiun Lebak Bulus. Ia menilai dengan moda transportasi itu waktu dan biaya perjalanan yang ditempuh penumpang menjadi lebih efisien.

"Dari sisi biaya dan waktu akan hemat. Dari segi daya beli masyarakat masih comparable dari pengeluaran penumpang untuk menggunakan fasilitas tersebut," kata dia di Stasiun MRT di Senayan, Jakarta, Rabu (6/3).

Sri Mulyani menempuh perjalanan dari Bundaran Hotel Indonesia hingga Stasiun Lebak Bulus selama 30 menit. Ia merasa waktu tempuhnya lebih cepat ketimbang memakai kendaraan pribadi. Penumpang MRT jadi punya kesempatan berkegiatan yang lebih produktif, seperti bekerja, mengembangkan potensi diri, dan berolah raga (work-life balance).

Soal harga tiket MRT sebesar Rp 10 ribu, menurut dia, sudah terjangkau dengan manfaat yang diperoleh penumpang. Selain itu, ia melihat MRT dapat mengurangi pemakaian bahan bakar minyak, kemacetan, dan polusi. Dari segi pertumbuhan ekonomi, moda transportasi ini dapat meningkatkan tenaga kerja, pengembangan hunian terjangkau, dan pertumbuhan nilai properti.

(Baca: Warga Jakarta Siap Nikmati MRT)

(Baca: JK Minta Masyarakat Tak Corat-Coret dan Tepat Waktu Gunakan MRT)

Sebagai informasi, 99% persiapan di stasiun bawah tanah dan depo serta stasiun layang MRT sudah selesai. Setelah beroperasi, proyek senilai Rp 16 triliun ini akan memiliki 16 rangkaian kereta dengan enam gerbong di setiap rangkaian perjalanan. Adapun, jumlah penampungan mencapai 1.200 hingga 1.800 orang per rangkaian. 

Pendanaan proyek MRT fase I dan II berasal dari 49% Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan 51% Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi DKI. Meski terlihat besar, jika dibandingkan dengan jumlah BBM yang harus dihabiskan dengan kendaraan pribadi, pembangunan MRT diyakini dapat menekan inefisiensi.

Moda transportasi massal menjadi salah satu perhatian pemerintah untuk mengurangi kemacetan, khususnya di wilayah DKI Jakarta. Kemacetan telah membuat warga DKI Jakarta harus menghabiskan waktu berjam-jam di kendaraan setiap hari.

Menurut INRIX Global Traffic Scorecard, pada tahun 2017 Jakarta menempati ranking 12 kota termacet di dunia, naik dari posisi 22 pada tahun 2016. Menurut Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, kemacetan ini telah menimbulkan kerugian 5 miliar dollar AS setara dengan Rp 67,5 triliun per tahun.

Reporter: Rizky Alika