Alasan Pemerintah Tak Sepakat Usulan Plastik Berbayar

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Seorang perempuan memegang plastik di store Matahari, Cibinong City Mall, Bogor, Jawa Barat (1/3/2019).
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Ekarina
6/3/2019, 18.12 WIB

Pemerintah tak sepakat dengan kebijakan plastik berbayar yang diterapkan para peritel modern. Penyebabnya, konsep tersebut berbeda dengan yang tengah dirumuskan pemerintah dalam mengatasi persoalan sampah plastik.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya mengatakan, dalam  mengatasi persoalan sampah plastik, pemerintah akan mendorong pengurangan konsumsi produk tersebut. Selain itu, pemerintah juga berencana meningkatkan daur ulang plastik.

"Sedang ditangani oleh Menteri PUPR, sedang diteliti dan disiapkan bahwa sampah plastik yang sekali pakai itu akan dicacah dan jadi bahan suplemen untuk aspal jalan," kata Siti di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (6/3).

(Baca: Peretail Modern Minta Pasar Tradisional Ikut Terapkan Plastik Berbayar)

Siti juga menilai kebijakan plastik berbayar kurang tepat bila dimaksudkan untuk mengurangi penggunaan plastik tersebut. Sebab, plastik tetap boleh digunakan selama konsumen membayarnya.

Alih-alih mengurangi konsumsi plastik, kebijakan ini dianggap semakin membebani konsumen. "Jadi meleset. Kalau konsep tidak diperbaiki, maka berarti kita ngutip uang dari konsumen," kata Siti.

Siti pun mengatakan bahwa konsep plastik berbayar pernah diuji coba pihaknya melalui Peraturan Menteri pada 2015. Uji coba dilakukan selama enam bulan.

Dari uji coba tersebut, penggunaan plastik memang menurun sekitar 30-60%. Namun, hal tersebut hanya terjadi di pusat perbelanjaan besar. Hal serupa belum tentu terjadi di pasar tradisional.

Karenanya, pemerintah masih akan membahas kembali mekanisme yang tepat dalam mengurangi sampah plastik bersama Asosiasi Peritel Indonesia (Aprindo). Pemerintah juga tengah menyusun aturan turunan dari Peraturan Presiden terkait sampah.

"Sekarang kami sedang bereskan draft finalnya, sudah mendekati. Tinggal dicek saja," kata Siti.  (Baca: Peretail Kembali Terapkan Plastik Berbayar Rp 200 Mulai Besok)

Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (Aprindo) kembali menerapkan kebijakan Kantong Plastik Tidak Gratis (KPTG) atau kantong plastik berbayar per 1 Maret 2019.

Setiap konsumen yang ingin menggunakan kantong plastik sekali pakai di gerai retail modern bakal dikenakan biaya tambahan Rp 200 per lembar.

Ketua Umum Aprindo Roy Mandey menyatakan aturan itu diterapkan sebagai bukti komitmen pengusaha untuk mengurangi sampah plastik. "Ini adalah langkah nyata dari peretail modern untuk mengajak masyarakat lebih bijak dalam penggunaan kantong plastik serta bagian dari menanggulangi dampak negatif lingkungan," kata Roy di Jakarta, Kamis (28/2). 

(Baca: Aturan Kantong Plastik Berbayar Tuai Kritikan Lembaga Konsumen)

Corporate Affairs Director Alfamart Solihin menyatakan pihaknya mendukung kebijakan plastik berbayar. Namun, dia juga mengusulkan agar pasar tradisional menerapkan kebijakan serupa.

Menurutnya, jumlah sampah plastik akan berkurang signifikan jika semakin banyak pihak yang terlibat. “Sampah plastik dari retail modern tidak sampai 20%. Artinya, yang 80% bukan dari kami,” ujarnya, Selasa (5/3).

Aprindo telah menguji coba program plastik berbayar di beberapa kabupaten. Hal ini dilakukan untuk mendukung program pemerintah yang ingin mengurangi 30% sampah plastik pada 2025.

Saat ini, Alfamart memiliki lebih dari 14 ribu gerai di seluruh Indonesia. Jumlah itu belum termasuk ribuan gerai Alfamidi yang merupakan bagian dari grup.