Polemik Dwifungsi, Ombudsman Segera Keluarkan Kajian TNI di Sipil

Katadata/Ameidyo Daud
Usai pelantikan Marsekal Hadi Tjahjanto sebagai Panglima TNI.
Editor: Ekarina
5/3/2019, 21.40 WIB

Ombudsman Republik Indonesia akan mengeluarkan kajian terkait persoalan penempatan Tentara Nasional Indonesia  (TNI) di dalam jabatan sipil. Langkah itu untuk menyikapi polemik yang berkembang saat ini tentang kabar kembalinya dwifungsi TNI seperti yang pernah terjadi di era Orde Baru.

Anggota Ombudsman Ninik Rahayu mengatakan kajian dilakukam mengingat ada dorongan revisi Undang-Undang TNI Nomor 34 Tahun 2004. Dari aturan ini, prajurit aktif hanya dapat menduduki jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang politik dan keamanan negara, pertahanan negara, sekretaris militer presiden, dan intelijen negara.

Kemudian, mereka juga bisa di badan sandi negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Badan Narkotika Nasional (BNN), dan Mahkamah Agung (MA). Total ada 10 jabatan sipil yang dapat diduduki personel TNI. Namun akan ada tambahan 9 jabatan sipil lagi yang diusulkan.

(Baca: Peneliti LIPI: Belum Ada Kebutuhan Mendesak Revisi UU TNI)

Oleh sebab itu dalam waktu dekat, Ombudsman akan mengeluarkan penjelasan resmi. "Pertengahan atau akhir Maret akan keluar," kata Ninik usai konferensi pers di kantornya, Jakarta, Selasa (5/3). 

Dia mengatakan saat ini Ombudsman akan mengundang pihak terkait seperti TNI Angkatan Darat, Laut, dan Udara untuk berdiskusi. Selain itu para ahli juga disebutnya akan terlibat dalam kajian ini. Apabila semua informasi lengkap maka kajian resmi akan dikeluarkan. "Tunggu kami kumpulkan secara utuh dulu," katanya. 

(Baca: Penempatan TNI di Jabatan Sipil, Langkah Mundur Agenda Reformasi)

Di lain pihak, Istana sebelumnya telah memberikan bantahannya tentang adanya upaya mengembalikan dwifungsi TNI melalui Peraturan Presiden (Perpres) tentang Restrukturisasi TNI. Perpres tersebut bertujuan untuk mengoptimalkan organisasi TNI.

Berdasarkan Perpres tersebut, akan ada tambahan 60 jabatan untuk posisi perwira tinggi (Pati) TNI.  Selain itu, TNI dapat menjabat di 15 kementerian/lembaga.

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan penambahan 60 jabatan Pati dan masuknya TNI dalam kementerian/lembaga tak memunculkan struktur baru yang berkaitan dengan aspek sosial politik. Hal ini sejalan dengan amanat reformasi, di mana TNI meninggalkan peran sosial politik dalam strukturnya.

"Dengan penambahan personel sekarang apakah itu memunculkan struktur baru yang ada kaitannya dengan sosial politik? Menurut saya tidak," kata Moeldoko yang merupakan mantan Panglima TNI beberapa waktu lalu.