LSI Denny JA: Jokowi-Ma'ruf Terus Unggul, Pilpres 2019 Sudah "Selesai"

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Capres nomor urut 01 Joko Widodo (kiri) memulai debat capres 2019 di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (17/2/2019). Debat itu mengangkat tema energi dan pangan, sumber daya alam dan lingkungan hidup, serta infrastruktur.
5/3/2019, 16.42 WIB

Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA mencatat elektabilitas pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin terus unggul dari pasangan nomor urut 02 Prabowo-Sandiaga. Pertarungan Pilpres 2019 pun dianggap sudah “selesai”.

Berdasarkan hasil survei dengan menggunakan simulasi kertas suara terhadap 1.200 responden pada periode 18-25 Februari 2019, elektabilitas Jokowi-Ma'ruf sebesar 58,7%. Perolehan suara petahana ini selisih 27,8% dari pasangan calon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang memiliki elektabilitas 30,9%.

Elektabilitas Jokowi-Ma’aruf naik 3,9% dibandingkan Januari 2019. Ketika itu, suara yang diperoleh Jokowi-Ma'ruf sebesar 54,8%. Di sisi lain, elektabilitas Prabowo-Sandiaga turun 0,1% dari posisi Januari 2019 yang sebesar 31%.

(Baca: Survei: Jokowi Unggul di Muslim Moderat, Prabowo di Konservartif)

“Kalau lihat dari tren, ini sudah selesai. Tapi karena ini politik, masih harus menunggu,” kata peneliti LSI Denny JA, Ardian Sopa di kantornya, Jakarta, Selasa (5/3). Adapun dari hasil survei terbaru diperoleh suara tidak sah sebesar 0,5%, dan responden yang belum menentukan pilihan sebesar 9,9%.

Elektabilitas Jokowi-Ma'ruf di segmen pemilih muslim juga meningkat. Elektabilitas tercatat sebesar 55,7% pada Februari 2019, naik 6,2% dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 49,5%. Sementara itu, elektabilitas Prabowo-Sandiaga sebesar 33,6%, turun 1,8% dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 33,6%.

(Baca: Tiru Pilkada DKI, Prabowo cs Kerahkan Massa ke Masjid saat Pencoblosan)

Ardian mengatakan, meningkatnya elektabilitas Jokowi-Ma'ruf di survei teranyar ini bisa jadi karena berbagai program pembangunan infrastruktur dari pemerintah mulai dirasakan masyarakat. "Misalnya tol sudah ada yang jadi, infrastruktur banyak yang jadi. Sehingga bisa jadi sekarang masyarakat sudah mulai bisa menikmati," kata dia.

Janji Jokowi jika terpilih pada periode kedua juga sudah mulai terlihat sejak Februari. Ardian mencontohkan Jokowi pada Februari sempat menjanjikan menerbitkan program tiga kartu, yakni Kartu Sembako, Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah, dan Kartu Pra-kerja.

Kartu Sembako merupakan program yang diperuntukkan bagi rakyat berpenghasilan rendah agar mampu membeli sembako dengan harga murah. KIP Kuliah dijanjikan Jokowi untuk menambahkan pemberian bantuan agar masyarakat dapat melanjutkan pendidikan ke bangku kuliah.

(Baca: Andalkan Tiga Kartu Sakti, Jokowi Janji Kembangkan SDM)

Kartu Pra-kerja merupakan program untuk memastikan pelatihan dan pembinaan masyarakat yang belum memiliki keterampilan di dunia kerja. "Itu juga bisa mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap Jokowi sehingga menaikkan dukungan yang dia terima," kata Ardian.

Faktor lain yang dapat meningkatkan dukungan terhadap Jokowi-Ma'ruf yakni performa petahana dalam debat kedua Pilpres 2019. Dalam debat tersebut, Ardian menilai Jokowi banyak memunculkan data-data dan prestasinya dalam memerintah selama ini.

Ia menjelaskan, debat memang tidak memiliki efek signifikan dalam mengatrol elektabilitas secara langsung. Sebab, tidak banyak masyarakat Indonesia yang menonton debat tersebut. Debat juga hanya akan berpengaruh terhadap orang yang belum memiliki pilihan.

Namun, orang-orang yang menonton debat bsia menyampaikan kembali performa Jokowi selama debat dan mempengaruhi pilihan publik. "Dari debat ini nanti diduplikasi, kemudian orang yang menonton debat menyampaikan lagi, itu yang akan menjadi efeknya," kata Ardian.

(Baca: LSI Denny JA: Sembilan Partai Terancam Gagal Masuk Parlemen)

Adapun survei LSI Denny JA menggunakan teknik pengambilan sampel acak bertingkat atau multistage random sampling . Tingkat kesalahan alias margin of error survei ini sebesar kurang lebih 2,8%.

Survei dilakukan dengan metode simulasi menggunakan kertas suara. Alasannya, orang dianggap lebih senang memilih melalui surat suara ketimbang hanya diberikan kuesioner dan wawancara. Selain itu, metode itu dianggap bisa mempengaruhi persepsi orang dalam memilih pasangan calon.

"Ada bentuk fisiknya mempengaruhi pilihan seseorang, meski tidak jadi faktor utama," kata dia.