Kementan Ajak Agropreneur Muda Berbisnis dari Hulu ke Hilir

Katadata
Penulis: - Tim Publikasi Katadata
Editor: Arsip
2/3/2019, 20.02 WIB

Jakarta – Kementerian Pertanian (Kementan) siap memfasilitasi dan mendukung para agropreneur muda untuk bergerak di berbagai bidang pertanian, dari hulu hingga ke hilir. 


“Hingga saat ini, masih banyak peluang bisnis di sektor pertanian yang belum terjamah oleh para agropreneur,”  kata Direktur Pembiayaan Pertanian Sri Kuntarsih. Undang-undang No. 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, menyebutkan Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban memfasilitasi pembiayaan dan permodalan Usaha Tani. "Jadi kami siap mendukung para agroprenuer muda untuk berkiprah di berbagai bidang pertanian," lanjutnya pada sesi pertama kegiatan “Diskusi & Sharing Perkembangan Agrotech di Indonesia” di Ruang Teater Gedung PIA Kementan, pada Jumat (1/3) ini. 


Pembiayaan pertanian ditargetkan untuk sejumlah usaha seperti tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, hingga pengolahan dan pemasaran hasil pertanian. Untuk mendapatkan marjin yang besar, pelaku usaha diharapkan tidak hanya bergerak di bagian produksi, tapi juga turut terlibat di tahapan pengolahan dan pemasaran.


"Nilai jual tinggi bisa didapat jika pelaku usaha turut mengolah bahan baku pertanian. Seperti Virgin Coconut Oil (VCO) yang berbahan baku dari kelapa. Harga VCO berkali-kali lipat bila dibandingkan dengan harga bahan bakunya,” sebut Sri. 


Sesuai arahan Presiden Joko Widodo, Kementan sedang menggiatkan pengembangan model korporasi petani yang memungkinkan pelaku usaha tani terlibat dalam proses usaha dari produksi hingga pemasaran. Menurut Sri, langkah ini strategis untuk pembangunan sektor pertanian ke depannya.

Sri menyebutkan berdasarkan data penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR),  terjadi peningkatan penyaluran KUR pada sektor pertanian. Tapi realisasinya masih lebih rendah dibandingkan sektor pertanian perdagangan, demikian pula dengan sektor produksi.

Tercatat, pada 2018, penyaluran KUR Pertanian mencapai Rp 27,6 triliun, meningkat dibandingkan 2017 di kisaran Rp 23 triliun. Tapi nilai tersebut masih jauh di bawah KUR sebesar Rp 64 triliun pada 2018. 


“Pertanian selama ini dikenal sebagai usaha dengan risiko tinggi bagi perbankan. Tapi sebetulnya risiko tersebut bisa ditekan jika ada pendampingan dan pengawalan intensif. Ini juga bisa menjadi peluang bagi kawan-kawan agropreneur,”jelasnya. 


Sependapat dengan Sri, Kepala Balai Pengelola Alih Teknologi Pertanian (BPATP) Retno Sri Hartati Mulyandari menyebutkan pentingnya pendampingan teknologi bagi para petani di level bawah. “Secara sosiokultural, petani kita sulit bersentuhan dengan teknologi. Karena itu, dibutuhkan social agropreneurship yang bisa menjembatani para petani dengan teknologi,” jelasnya. 


Kementan, disebut Retno, memiliki berbagai inovasi yang bisa digunakan oleh para agropreneur. Sementar teknologi menjadi kunci untuk meningkatkan efisiensi usaha tani. 


Inovasi dan daya saing saling terkait erat untuk menghasilkan inovasi unggul menghadapi revolusi industri 4.0 dan persaingan global. "Untuk itu kami memperkuat diseminasi inovasi dan teknologi yang dimiliki Balitbangtan (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.red) kepada para stakeholders,” ungkap Retno yang turut hadir sebagai pembicara di sesi pertama yang bertemakan “Supporting Programme Kementan Bagi Penggiat Start Up Agritech”. 


Kegiatan “Diskusi & Sharing Perkembangan Agrotech” diselenggarakan Biro Humas dan Informasi Publik Kementan sebagai upaya untuk meningkatkan peran serta para agropreneur dalam memecahkan masalah yang dihadapi sektor pertanian selama ini.