DPR Dinilai Belum Maksimal Mereformasi Aturan Tambang dan Migas

Katadata | Arief Kamaludin
Gedung MPR/DPR
28/2/2019, 20.03 WIB

Indonesian Parliamentary Center menilai peran DPR belum maksimal dalam menangani berbagai persoalan pada sektor ekstraktif. Hal ini terlihat dari rendahnya kinerja Komisi VII membangun landasan kebijakan yang kuat melalui aturan pertambangan mineral serta minyak dan gas bumi (migas).

Direktur Indonesian Parliamentary Center Ahmad Hanafi mengatakan kebijakan tata kelola pertambangan dan migas semua didasarkan oleh kinerja DPR terutama Komisi VII. Kinerja ini bisa diukur dari tugas Komisi VII, yakni legislasi, anggaran, dan pengawasan. 

“Pengawasan terhadap undang-undang dapat kami persepsikan masih sedikit kebijakan yang di produksi Komisi VII, baik dalam partai politik oposisi maupun pendukung pemerintah,” ujarnya

Tingkat keaktifan antar fraksi-fraksi yang tergabung dari oposisi lebih banyak yang bersuara, tapi pendukung pemerintah lebih sedikit yang menyuarakan. Sejumlah kebijakan yang seharusnya dapat diakselerasi dengan cepat dalam merampungkan Undang-Undang (UU), kurang berjalan. Draf Rancangan UU yang sudah diserahkan pemerintah, tapi DPR karena DPR kurang tegas, akhirnya mandek. 

(Baca: Pembahasan RUU Migas Tunggu Keputusan Jokowi)

Berbagai konsep kebijakan reformasi sebenarnya sudah dituangkan dalam Revisi UU Migas dan Revisi UU Minerba. Akan tetapi, hingga sekarang kedua revisi UU tersebut belum juga rampung.  Menurutnya, hal ini terjadi karena Komisi VII lebih banyak bekerja untuk melaksanakan fungsi pengawasan dibandingkan fungsi legislasi.

Halaman: