PT Freeport Indonesia saat ini memiliki cadangan terbukti sekitar 1,8 miliar ton mineral. Laju penambangannya sekitar 150 ribu ton per hari. Mengacu pada angka-angka tersebut, tambang emas dan tembaga di Grasberg, Papua diperkirakan masih bisa berproduksi hingga 2051.
"Jadi, jika kami menambangnya dengan laju 150.000 ton per hari, kami dapat menambang 32 tahun lagi,," kata Direktur Utama Freeport Indonesia Tony Wenas kepada awak media di Jakarta, Rabu (27/2). Namun, Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dari pemerintah akan habis pada 2041.
Perusahaan saat ini sedang mengembangkan produksi tambang dari terbuka (open pit) menjadi di bawah tanah (underground). Tambang terbuka milik Freeport, menurut Tony, sudah terlalu lebar dan dalam. Kondisi itu tidak aman dan dibutuhkan nilai investasi lebih mahal untuk tetap berproduksi.
"Lebarnya empat kilometer dan 1,2 kilometer. Kami selanjutnya akan melakukan penambangan sepenuhnya di bawah tanah," ujarnya. (Baca juga: Cadangan Tambang Terbuka Habis, Pendapatan Freeport Menurun Tahun 2019).
Akibat perubahan metode penambangan itu, pada 2019 total produksi Freeport akan sebesar 1,2 juta ton atau lebih kecil dari 2018 yang mencapai 2,1 juta ton. Sebanyak 200 ribu ton akan menjadi komoditas ekspor. Sisanya, yaitu satu juta ton akan dikirim ke pabrik pengolahan dan pemurnian alias smelter di PT Smelting, Gresik, Jawa Timur.
Pendapatan Freeport juga berdampak. Tahun lalu perusahaan mencatat sekitar US$ 6,5 miliar (sekitar Rp 91 triliun). Angka itu menurun setengahnya pada proyeksi pendapatan 2019, menjadi US$ 3,1 miliar (Rp 43 triliun).