Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) mencatat permasalahan profesionalisme masih menjadi kendala dalam penyelenggara dan pengawas pemilihan umum. Sejak beberapa tahun belakangan laporan kasus yang diterima DKPP paling banyak menyangkut profesionalisme terkait masalah etik penyelenggara pemilu baik terkait pengurus Komisi Pemilihan Umum (KPU) maupun Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).
Anggota DKPP Ida Budhiati mengatakan aspek profesionalisme ini menyangkut kecermatan bekerja, pemahaman regulasi, hingga pelayanan dari penyelenggara dan pengawas pemilu. "Itu jadi pekerjaan rumah penyelenggara," kata Ida saat peluncuran bukunya yakni Pemilu Di Indonesia di Jakarta, Selasa (26/2).
(Baca: Lapor ke Bawaslu, Simpatisan Prabowo Minta Jokowi Didiskualifikasi)
Sejak tahun 2012 DKPP telah menerima laporan 3.274 perkara. Dari laporan tersebut, sebanyak 1.271 perkara dinyatakan laik naik sidang dengan melibatkan 4.892 penyelenggara dan pengawas pemilu. Dari 1.271 perkara yang disidangkan, hanya 48,6 % yang dinyatakan melanggar etik. Dari perkara pelanggaran etik tersebut, sebanyak 30,9 % merupakan permasalahan profesionalisme.
(Baca: Tangkal Hoaks dan Disinformasi, Bawaslu Gandeng Perludem dan Mafindo)
Ketua Badan Pengawas Pemilu Abhan menyatakan optimistis jalannya Pemilu 2019 akan berjalan lebih baik dari sebelum-belumnya. Apalagi untuk pertama kalinya Bawaslu hadir hingga tingkat Tempat Pemungutan Suara (TPS). "Harapannya dengan penyelenggara yang lengkap maka hasilnya akan lebih baik," kata Abhan.
Sedangkan Ketua KPU Arief Budiman menjelaskan dalam rekrutmen hingga tingkat Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), pihaknya akan memperhatikan tiga hal yakni bekerja transparan, berintegritas, serta profesional. "Ketiganya kami dorong dan mudah-mudahan bisa terwujud," kata Arief.
(Baca: Ajakan Golput Lewat Medsos Paling Kencang di Jakarta, Jabar dan Jateng)