Program perhutan sosial masih berjalan walau sejumlah targetnya belum tercapai, seperti realisasi sertifikasi lahan dalam program tersebut. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menilai untuk menjalankannya tak bisa dilakukan terburu-buru. Program ini harus dikerjakan dengan penuh ketelitian agar tepat sasaran.
Darmin mengatakan pemerintah perlu memeriksa batas-batas bidang tanah di kawasan hutan yang dapat dimanfaatkan masyarakat dalam program ini. Begitu juga perlu mencermati masyarakat yang menjadi target penerima. “Tidak perlu dibuat ngebut, harus dikerjakan satu-satu,” kata Darmin di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (26/2).
Perhutanan sosial merupakan program untuk pemerataan ekonomi dan mengurangi ketimpangan melalui pembenahan lahan, kesempatan usaha, dan sumber daya manusia. Harapannya, masyarakat bisa mengelola hutan sehingga mendapatkan manfaat ekonomi. Sekaligus, untuk menghilangkan kekhawatiran banyak orang ketika hendak memanfaatkan area hutan di sekitar tempat tinggal mereka.
Ada lima skema dalam program ini. Pertama, hutan desa, yaitu hutan negara yang pengelolaannya diberikan kepada lembaga desa. Kedua, hutan kemasyarakatan, yakni hutan negara yang pemanfaatan utamanya untuk memberdayakan masyarakat setempat.
Lalu ada hutan tanaman rakyat, sebuah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan. Keempat, hutan adat, yang letaknya di wilayah masyarakat hutan adat. Terakhir, sistem kemitraan hutan, sebuah kerja sama masyarakat setempat dengan pemilik izin pengelolaan hutan.
Menurut Darmin, upaya kehati-hatian ini dilakukan agar program perhutanan sosial tidak menimbulkan sengketa baru. Sebab, masalah tanah sangat sensitif. Karena itu diperlukan ketelitian dalam pengerjaannya.
Meski demikian, upaya mempercepat program perhutanan sosial sudah dilakukan melalui Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan. Pemerintah pun telah membentuk Tim Percepatan Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (PPTKH).
Pemerintah pusat sedang menunggu usulan dari bupati, walikota, dan gubernur untuk menindaklanjuti PPTKH. “Prosesnya sedang berjalan, belum ada yang selesai,” kata Darmin.
Saat ini, Darmin melanjutkan, program sertifikasi tanah dan perhutanan sosial merupakan bagian dari legalisasi aset dalam reforma agraria. Pemerintah sudah membagikan sertifikat perhutanan sosial seluas 2,6 juta hektare dari total 12,7 juta hektare yang direncanakan.
Sementara redistribusi aset masih dalam tahap awal, yang siap diluncurkan di kawasan Indonesia Timur. Hanya saja, hal tersebut tertunda karena ada masalah di bagian Indonesia Barat. “Kawasan Barat yang lambat, yang lebih banyak penduduknya dan lebih nekat-nekat,” ujar Darmin.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo meminta pendataan dan penataan pemanfaatan lahan di kawasan hutan dipercepat. Hal ini untuk memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat yang memanfaatkan lahan di kawasan hutan.
Dia juga meminta inventarisasi dan verifikasi pengusaaan lahan di kawasan hutan disederhanakan. Jangan sampai prosesnya berbelit-belit dan menyulitkan rakyat. “Sehingga keluhan-keluhan rakyat bisa diselesaikan secara cepat,” kata Jokowi.