Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menyebut terjadi kecurangan dalam penyelenggaraan Pilpres 2019 oleh kubu pasangan calon (paslon) nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin. Kecurangan tersebut berupa intimidasi dari aparat penegak hukum kepada pendukung Prabowo-Sandi agar beralih mendukung Jokowi-Ma'ruf.
Juru bicara BPN Prabowo-Sandi, Pipin Sopian mengatakan, kasus itu terjadi ketika ada anggota suatu organisasi yang mendukung Prabowo-Sandi terjerat masalah hukum. Kemudian, aparat penegak hukum mensyaratkan organisasi tersebut mendeklarasikan diri mendukung pasangan calon nomor urut 01 Jokowi-Ma'ruf jika anggotanya ingin bebas.
"Hukum digunakan memaksa orang memilih calon tertentu. Ini terjadi riil, laporan yang disampaikan kepada saya," kata Pipin di Media Center Prabowo-Sandiaga, Jakarta, Senin (25/2).
Pipin juga menyebutkan kecurangan yang ia temukan dalam bentuk memobilisasi Aparatur Sipil Negara (ASN). Para ASN ini, kata Pipin, diminta mengumpulkan dan menyetorkan Kartu Keluarga untuk memilih paslon tertentu.
Lebih lanjut, Pipin menyebut, ada juga kecurangan yang dilakukan dengan menekan kepala desa agar menyerukan kepada warganya untuk memilih paslon tertentu lantaran diberikan dana desa. "Semua potensi dan kewenangan dikerahkan untuk memenangkan yang kami duga adalah petahana," kata Pipin.
(Baca: BPN Adukan Jokowi ke KPU soal Lahan Ratusan Ribu Hektare Prabowo)
Penggelembungan DPT
Kecurangan lain yang berpotensi terjadi dalam Pilpres 2019 adalah politik uang. Ada pula kecurangan dalam bentuk penggelembungan Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Dewan Pakar BPN Prabowo-Sandiaga, Betty Nurbeiti khawatir penggelembungan DPT ini terjadi melalui fasilitasi pemberian e-KTP kepada para tenaga kerja asing (TKA). Pasalnya, saat ini banyak TKA bersliweran di Indonesia.
Betty bahkan menuding ada ratusan ribu TKA yang berada di daerah Morowali, Sulawesi Tengah. Di sisi lain, masih banyak warga negara Indonesia yang masih kesulitan mendapatkan e-KTP.
"Ini ironi. Adik kandung saya itu pengurusan e-KTP-nya dipersulit. Orang lain kok cepat sekali dapat e-KTP. Ini kan jadi pertanyaan," kata Betty.
Karenanya, Betty menilai masyarakat perlu secara aktif mengawasi potensi kecurangan Pemilu yang terjadi. Penyelenggara Pemilu, lanjutnya, tak boleh menghalang-halangi masyarakat yang ingin mengawasi Pemilu berjalan jujur dan adil.
Betty pun menilai perlu adanya edukasi mengenai Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu kepada masyarakat. Dengan demikian, mereka dapat mengantisipasi berbagai kecurangan yang terjadi. "Ini kami ikut mensosialisasikan kepada masyarakat," kata Betty.
Pipin menambahkan, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) perlu adil dalam memproses laporan pelanggaran Pemilu. Pipin menyebut Bawaslu sangat lambat merespon laporan yang disampaikan kubunya.
Hal tersebut berbeda dengan kondisi laporan yang disampaikan dari kubu Jokowi-Ma'ruf. Menurut Pipin, laporan kubu Jokowi-Ma'ruf selalu cepat ditanggapi oleh Bawaslu. "Bawaslu harus adil supaya ada kepercayaan dari masyarakat terhadap penyelenggara Pemilu," kata Pipin.
(Baca: Lapor ke Bawaslu, Simpatisan Prabowo Minta Jokowi Didiskualifikasi)