Sanksi Keterlambatan Pembangunan Smelter Dinilai Kurang Tegas

www.npr.org
Ilustrasi lokasi tambang.
Editor: Sorta Tobing
25/2/2019, 15.12 WIB

Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian (AP3I) menilai aturan yang akan dikeluarkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tentang pengenaan denda keterlambatan pembangunan fasilitas pemurnian (smelter) tidak tegas.

Perusahaan nantinya akan dikenakan denda 20% dari total penjualan jika pembangunan smelter tidak mencapai kemajuan 90% dalam jangka waktu enam bulan. Namun, salah satu pendiri AP3I, Jonatan Handjojo, mengatakan bahwa jumlah denda itu kurang efektif untuk mempercepat pembangunan smelter.

"Harusnya denda 100%, kalau 20% sisanya masih bisa saya nikmati," katanya ketika dihubungi Katadata.co.id, Senin (25/2).

Jonatan menjelaskan, lambannya pembangunan smelter terjadi karena modal dan penguasaan teknologi yang dimiliki perusahaan terbatas. Selain itu, pemerintah juga masih memberikan peluang kepada perusahaan untuk tetap melakukan ekspor walaupun tidak ada progress pembangunan.

Misalnya, hingga saat ini PT Freeport Indonesia (PTFI) masih menunggu evaluasi dari Kementerian ESDM untuk memutuskan lokasi pembangunan smelter. Target beroperasinya fasilitas pemurnian itu pada 2021, tapi hingga kini belum terbangun. Di sisi lain, perusahaan mendapat izin ekspor sebanyak 1,2 juta wet ton hingga 15 Februari 2019.

"Sedang dievaluasi oleh Kementerian ESDM untuk penentuan lokasi (smelter)," kata Vice President Corporate Communication Freeport Indonesia, Riza Pratama.

(Baca: Babak Baru Kepastian Pembangunan Smelter Freeport)

Kemudian, smelter Vale di Pomalaa, Sulawesi Tenggara, dan Bahadopi, Sulawesi Tengah saat ini masih tahap finalisasi untuk kerja sama dalam pembangunannya.

Lalu, smelter Amman saat ini sedang kegiatan desain teknik dan rekayasa awal (Pre-Front End Engineering Design/FEED). Tahun lalu perusahaan mendapat surat persetujuan ekspor dengan volume 450.826 wet ton hingga 15 Februari 2019.

(Baca: Amman Gandeng Perusahaan Finlandia Garap Desain Smelter)

Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) mewajibkan perusahaan pertambangan melakukan pemurnian untuk meningkatkan nilai tambah produk pertambangan paling lambat pada 2014.

Pada 2018, smelter di Indonesia bertambah dua, yakni fasilitas pemurnian nikel milik PT Virtue Dragon dan PT Bintang Smelter Indonesia. Keduanya telah selesai dibangun dan sudah beroperasi.

(Baca: Hanya 2 Smelter yang Rampung Terbangun Sepanjang 2018)

Total smelter yang beroperasi di Indonesia sekarang ada 27 buah. Targetnya, pada 2022 jumlah itu meningkat menjadi 57 smelter.

Reporter: Fariha Sulmaihati