Lika-Liku Kepemilikan Lahan Ratusan Ribu Hektare PT Kiani dan Prabowo

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Capres Prabowo Subianto mengakui memiliki lahan ratusan ribu hektar saat debat capres 2019, Minggu (17/2/2019).
Penulis: Yuliawati
21/2/2019, 09.46 WIB

Debat calon presiden 2019 antara Joko Widodo dan Prabowo Subianto pada Minggu (17/2) lalu menyisakan polemik berkepanjangan. Sentilan Jokowi mengenai lahan ratusan ribu hektar milik Prabowo di Kalimantan Timur dan Aceh Tengah mendapat sorotan publik.

Prabowo pun tak membantah kepemilikan lahan tersebut. “Daripada jatuh ke tangan asing, lebih baik saya yang kelola sendiri karena Prabowo berjiwa nasionalis dan patriot,” kata Prabowo.

Prabowo memiliki beberapa lahan di antaranya seluas 220 ribu hektare di Kabupaten Pasir Penajam, Kalimantan Timur. Lahan tersebut merupakan milik pulp and paper PT Kertas Nusantara, dulu bernama PT Kiani Kertas. Selain itu Prabowo memiliki lahan seluas 120 ribu hektare atas nama PT Tusam Hutan Lestari. Perusahaan ini memasok kebutuhan bahan baku PT Kertas Kraft Aceh (KKA).

(Baca: Miliki Ratusan Ribu Hektare Lahan, Prabowo: daripada Jatuh ke Asing)

Proses Prabowo Kuasai Kiani

Kiani Kertas merupakan pabrik bubur kertas  yang beroperasi sejak November 1999. Pabrik yang berlokasi di Mangkajang, Berau, Kalimantan Timur ini diperkirakan memiliki kapasitas produksi sebesar 525 ribu ton per tahun.

Kiani yang didirikan pengusaha Bob Hasan, mengalami kredit macet sebesar Rp 8,9 triliun dan kemudian di bawah penanganan BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional).

Kredit Kiani Kertas di BPPN ini kemudian dibeli konsorsium Bank Mandiri pada 15 November 2002 dengan jumlah utang yang mampu dibayar dengan arus kas senilai US$ 201,24 juta atau sekitar Rp 1,89 triliun pada masa itu.

Sisa kredit tak lancar Kiani senilai Rp 7,1 triliun, diambilalih PT Anugra Cipta Investa (ACI) untuk dikonvesi menjadi obligasi tukar. Dalam transaksi itu, ACI menggandeng Nusantara Energy milik Prabowo Subianto (79%), Widjono Hardjanto (1%), dan Djohan Teguh (20%).

Selain itu, Prabowo juga mengambilalih asset Kiani dari Bank Mandiri dengan pinjaman dari bank tersebut US$ 201,24 juta atau sekitar Rp 1,89 triliun

Setelah beberapa tahun berlangsung, Prabowo tak kunjung menyelesaikan kredit Kiani di Bank Mandiri. Pada Mei 2006, mantan Direktur Utama Bank Mandiri Tbk Agus Martowardojo mempublikasikan daftar para debitor kredit macet, termasuk Prabowo.

Selain mengalami masalah dari Kiani, Mandiri terganjal kredit seret mencapai Rp 27,1 triliun dari 30 kreditor kakap .Akibatnya tingkat NPL Bank Mandiri mencapai 26,6%, jauh melewati syarat Bank Indonesia (BI) pada saat itu sebesar 5%.

Penyelesaian Kredit Macet Kiani

Prabowo yang tak kunjung menyelesaikan kredit Kiani, membuat beberapa investor tertarik mengambil alih. Pada 2006, datang tawaran dari JP Morgan, yang menggandeng Kingsclere Finance Ltd. JP Morgan merupakan pemberi utang terbesar dalam konsorsium kreditor asing Kiani, yang dipimpin oleh Sumitomo Mitsui Banking Corp.

Kingsclere adalah perusahaan investasi milik Wisanggeni Lauw dan pemilik saham United Fiber System, perusahaan bubur kertas Singapura. Wisanggeni merupakan keponakan bos Grup Barito, Prajogo Pangestu.

Kesepakatan awal konsorsium akan membayar US$ 100 juta ke Bank Mandiri. Sedangkan pembayaran sisa utang US$ 101 juta akan dicicil hingga November 2007. Namun, perjanjian ini kandas karena tak ada kesepakatan lebih lanjut.

Tawaran penyelesaian kredit macet juga datang dari Putera Sampoerna. Sampoerna siap membeli saham Kiani dari Prabowo US$ 200 juta, plus melunasi utang Kiani ke Mandiri US$ 201 juta. Namun, transaksi ini pun tak berjalan mulus.

Tak kunjung selesainya kredit macet Prabowo ke Bank Mandiri membuat Kejaksaan Agung turun tangan. Prabowo pernah menjalani pemeriksaan sebagai saksi terkait kasus proses pengambilalihan kredit Kiani pada Juli 2005.

Usai pemeriksaan, Prabowo mengatakan membutuhkan suntikan modal US$ 50 juta untuk menjalankan pabrik kertas tersebut. Dikutip dari Tempo, Prabowo mengatakan ingin perusahaan itu lepas ke tangan asing dan tetap berada di tangan ‘Putera Indonesia’.

Dalam proses penanganan kredit macet Kiani di Bank Mandiri, Prabowo meminta dukungan pemerintahan yang dipimpin Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla periode 2004-2009. Prabowo meminta bantuan pemerintah agar dirinya diberi kesempatan memegang ekuitas dan merestrukturisasi utang Kiani di Bank Mandiri.

Dukungan pemerintah terhadap Prabowo dalam menangani kredit macet ini terkait dengan pernyataan Jusuf Kalla pada Selasa, 19 Februari kemarin. Kalla mengatakan dia meminta Agus Martowardojo, agar lebih memprioritaskan warga negara Indonesia dalam proses pengambilalihan asset Kiani.

JK mengatakan Prabowo harus mengeluarkan biaya sebesar US$ 150 juta. "Ya dia pinjam dari mana saya tidak tahu, tapi pokoknya bayar cash. Dan, saya tidak izinkan itu kalau tidak cash," kata JK.

(Baca: JK Sebut Kepemilikan Lahan Prabowo di Kaltim Sesuai Aturan)

Pada April 2007, Prabowo terlihat mendatangi Istana Kepresidenan dan melaporkan proses restrukturisasi Kiani. Kepada wartawan, Prabowo mengatakan sejak Januari 2007 telah mencicil kredit Kiani.

Prabowo dan adiknya pengusaha Hasjim Djojohadikusumo sepakat membagi beban membayar kredit macet di Bank Mandiri. Kedua belah pihak bersepakat membagi saham sama rata 50% dan 50%.

Kredit macet Kiani Kertas berhasil diselesaikan pada 26 Desember 2007 dan dihapus dari catatan Bank Mandiri. Pelunasan utang ini pun membuat Kejaksaan Agung menghentikan penyidikan dugaan kerugian negara atas kasus kredit macet Kiani.

Meski sudah menyelesaikan utang di Bank Mandiri, perusahaan Prabowo ini menghadapi gugatan dari kreditor lain. Pada 2011, PT Kertas Nusantara menghadapi gugatan pailit yang diajukan Halim Mina, Direktur Allied Ever Investment Ltd yang berkedudukan di Hongkong. Dari berkas pengadilan, total utang Kertas Nusantara terhadap kreditor separatis dan 113 konkueren mencapai Rp 14,2 triliun.

Putusan Majelis Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung memberikan kelonggaran Kertas Nusantara dalam menyelesaikan kewajibannya. Perusahaan itu harus melunasi utangnya kepada kreditor separatis dan konkueren selama 15 tahun dan 20 tahun terhitung sejak 2013.