Jatam Soroti Oligarki Tambang di Sekitar Jokowi-Prabowo

Oligarki pengusaha tambang di sekeliling pasangan calon Joko Widodo-Ma'ruf Amin maupun Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dikhawatirkan membuat isu lingkungan hidup terpinggirkan.
11/2/2019, 17.47 WIB

Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menyoroti oligarki pengusaha tambang di sekeliling pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang terlibat dalam pemilihan presiden. Hal ini dikhawatirkan membuat isu lingkungan yang dibawa kedua kandidat tidak relevan lagi mengingat hubungannya dengan oligarki tersebut.

Koordinator Jatam Merah Johansyah mengatakan, hal ini terlihat dari dukungan Jokowi-Ma'ruf yang 86 % dana kampanyenya berasal dari Perkumpulan Golfer TBIG dan TRG. Merah menengarai TBIG merupakan Tower Bersama Infrastructure Group, sedangkan TRG adalah PT Teknologi Riset Global Investama. Keduanya didirikan oleh bendahara Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, yakni Wahyu Sakti Trenggono.

Adapun 70 % dana kampanye paslon 02 berasal dari Sandiaga yang juga berafiliasi kepada sejumlah perusahaan. Trenggono dan Sandiaga sama-sama sempat terhubung dengan PT Merdeka Copper Gold Tbk. Saham Merdeka dimiliki perusahaan Sandiaga yakni Saratoga, sedangkan Trenggono merupakan Komisaris Merdeka.

"Oligarki tambang melekat pada kedua calon," kata Merah dalam sebuah diskusi di Jakarta, Senin (11/2). Adapun tambang dimaksud bernama Gunung Tumpang Pitu yang dikelola anak usaha Merdeka, yakni PT Bumi Suksesindo dan PT Damai Suksesindo.

Oleh sebab itu, Merah juga meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak hanya menerima laporan dana kampanye calon secara prosedural. Namun, KPU seharusnya juga menginvestigasi dana tersebut guna mencegah uang perusak lingkungan masuk. "Kami juga kritik KPU yang berhenti dalam menerima laporan dana saja," kata dia.

Perusahaan Tambang di Sekeliling Kandidat

Dari informasi yang dibagikan Jatam, total ada beberapa pihak terkait pertambangan yang berada sekitar dua paslon. Selain Sandiaga dan Trenggono, nama lain yang disebut Jatam adalah Prabowo Subianto. Mantan Danjen Kopassus tersebut merupakan pemilik Nusantara Energy Rosources yang diduga terlibat perebutan tambang batu bara dengan Churchill Mining dan Ridlatama.

Pengusaha lainnya adalah Luhut Binsar Pandjaitan, pemilik Toba Bara. Luhut merupakan bagian dari Tim Bravo 5 yang anggota lainnya merupakan pihak terafiliasi Komisaris Toba Sejahtera, Toba Fachrur Razi dan Suaidi Marasabessy. Anak usaha Toba Group tercatat meninggalkan 36 lubang tambang yang membahayakan masyarakat.

Selain itu, dalam catatan Jatam ada juga Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh yang terkait PT Emas Mineral Murni serta Oesman Sapta Oedang yang memiliki PT Karimun Granite di Karimun. Lalu, ada juga nama Andi Syamsudin Arsyad alias Haji Isam pemilik Johnlin Group.

(Baca: Soal Laporan Coalruption, Luhut: Silakan Tindak Kalau Saya Salah)

Nama Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam bisnis batu bara dan emas juga terafiliasi dalam Kalla Arebama yang merupakan bagian Kalla Group. Begitu juga Hary Tanoesoedibjo lewat PT Nuansacipta Coal Investment, mantan Bendahara TKN Jusuf Hamka yang pernah menjadi Komisaris Independen PT Indocement Tbk, hingga Aburizal Bakrie lewat beberapa perusahaan.

Sedangkan di kubu paslon 02, Jatam mencatat ada Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto yang merupakan Ketua Umum Partai Berkarya. Kemudian, pengusaha minyak dan gas (migas) Maher Al-Gadrie yang memimpin Korel Group hingga adik Prabowo yakni Hasjim Djojohadikusumo yang sempat memiliki tambang PT Batu Hitam Perkasa.

Ada juga tiga mantan pejabat di lingkaran 02 terkait pertambangan. Dari catatan Jatam, yang pertama adalah Sudirman Said yang mengevaluasi penerbitan izin usaha pertambangan minerba. Kedua adalah mantan Kepala Badan Pemenangan Nasional (BPN) Ferry Mursyidan Baldan yang istrinya memiliki usaha pengerukan baru bara di Berau. Berikutnya adakah Zulkifli Hasan yang mengeluarkan penurunan status kawasan hutan lindung menjadi hutan produksi terbatas sebagai awal aktivitas Bumi Suksesindo.

"Pertanyaannya, pemilu nanti untuk siapa karena bagi keselamatan rakyat tidak ada manfaatnya," kata dia merujuk bisnis energi kotor para pengusaha tersebut. (Baca juga: Elit Politik Dua Kubu Capres di Pusaran Bisnis Batu Bara)

Ketua Bidang Jaringan dan Kampanye Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Arif Yogiawan mengatakan, perizinan terintegrasi satu pintu yang diberlakukan pemerintah juga seolah memberi lampu hijau bagi pertambangan. Apalagi, analisis mengenai dampak lingkungan juga menjadi komitmen saja. "Jadi diterjang perizinan yang semakin memuluskan ini," kata dia.

Reporter: Ameidyo Daud Nasution