Joko Widodo mengklarifikasi ungkapan “Propaganda Rusia” yang ia lontarkan dalam sela-sela kunjungannya ke Surabaya, Jawa Timur akhir pekan kemarin. Menurut calon presiden nomor urut 01 itu, ungkapan tersebut adalah terminologi dari artikel lembaga konsultasi politik Amerika Serikat, Rand Corporation, pada 2016.
Propaganda Rusia yang dimaksud adalah teknik firehose of falsehood atau selang pemadam kebakaran atas kekeliruan yang dimunculkan oleh Rand Corporation. Dampak dari semburan kebohongan, dusta, dan kabar hoaks ini bisa mempengaruhi dan membuat ketidakpastian.
(Baca: Tanggapi Jokowi, Kedubes Rusia: Kami Tidak Ikut Campur Proses Pemilu)
Karenanya, Propaganda Rusia tidak tidak mengarah kepada Rusia sebagai pemerintahan. “Ini tidak berbicara mengenai negara,” kata Jokowi usai acara 72 Tahun Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) di kediaman Ketua Dewan Penasihat Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Akbar Tanjung, di Jakarta Selatan, Selasa malam (5/2).
Sebelumnya, akun resmi Kedubes Rusia di Indonesia dalam media sosial Twitter, @RusEmbJakarta, pada Senin (4/2), menyebutkan istilah “Propaganda Rusia” direkayasa pada 2016 di Amerika Serikat dalam rangka kampanye pemilu presiden. Kedubes membantah mengintervensi proses elektoral negara lain, termasuk Indonesia yang dianggap sahabat dan mitra.
Menurut Pemerintah Rusia, istilah itu sama sekali tidak berdasarkan pada realitas. “Posisi prinsipil Rusia tidak campur tangan urusan dalam negeri dan proses elektoral negara asing,” demikian keterangan Kedubes Rusia.
Atas hal ini, Jokowi juga menjelaskan hubungan bilateral Indonesia-Rusia terjalin tanpa riak berarti. “Saya dengan Presiden Putin sangat-sangat baik hubungannya,” ujar Jokowi menegaskan.
(Baca: Anggap Jokowi Sebar Hoaks, BPN Prabowo: Kami Gunakan Konsultan Lokal)
Dalam acara di KAHMI ini, dia juga menyampaikan sejumlah capaian pembangunan infrastuktur, salah satunya jalan tol. Proyek ini merupakan bagian dari upaya meningkatkan daya saing. Infrastuktur merupakan fondasi untuk bisa berkompetisi dengan negara lain.
Selama empat tahun pemerintahan Kabinet Kerja, telah terbangun jalan tol 782 kilometer. Adapun total target pembangunannya hingga akhir 2019 yakni 1.854 kilometer. Selain membangun infrastruktur besar seperti bandara, pelabuhan, jalan tol, maupun bendungan, pemerintah mengerjakan proyek skala kecil melalui dana desa di pelosok-pelosok Tanah Air.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menjelaskan dana desa dimanfaatkan untuk membangun infrastruktur seperti jalan desa, embung, pengairan sawah, dan pasar-pasar desa. “Saya kaget, sampai akhir 2018 kemarin telah dibangun kurang lebih 191 ribu kilometer jalan-jalan di desa-desa. Jumlah yang sangat banyak sekali,” kata Jokowi. Anggaran itu sebagian juga untuk membangun 58 ribu unit irigasi, 6.900 pasar-pasar di sejumlah desa hingga akhir 2018.
(Baca: Jokowi Ungkap Alasannya Fokus Membangun Infrastruktur)
Selain infrastruktur, untuk meningkatkan daya saing bangsa, pemerintah akan meningkatkan kualitas SDM Indonesia. Tahapan pembangunan itu diharapkan Presiden dapat memajukan Indonesia dan tidak terjebak sebagai negara pendapatan menengah.