Pemerintah menilai penggunaan sistem berbasis elektronik di sektor perizinan dan pengadaan dapat memperbaiki skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia. Sistem tersebut dinilai mampu mencegah transaksi korupsi dan suap karena meminimalisasi pertemuan tatap muka serta lebih transparan.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan sistem politik yang buruk selalu berujung pada transaksi korupsi dan suap di bidang perizinan dan pengadaan. "Tentu meski masalahnya politik, ini tidak akan bergerak terlalu jauh dari transaksi ekonomi," kata Bambang di Gedung KPK, Selasa (29/1). Sistem berbasis elektronik dinilai menjadi solusi atas masalah tersebut karena lebih transparan dan memiliki akuntabilitas sehingga proses perizinan dan pengadaan akan lebih baik.
Seperti diketahui, Transparency International (TI) dalam laporan Indeks Persepsi Korupsi 2018 menunjukkan skor IPK Indonesia hanya naik satu poin dari 37 menjadi 38 lantaran terhambat beberapa faktor. Salah satunya terkait dengan sistem politik Indonesia yang masih memunculkan potensi suap dan korupsi.
Faktor lain yang berpengaruh adalah relasi yang mencurigakan antara politisi dan pebisnis dalam sistem politik di Indonesia. Selain itu, terjadi stagnasi atas kinerja penegakan hukum dalam upaya pemberantasan korupsi.
Bambang mengatakan, untuk mengatasi akar persoalan korupsi akibat biaya politik yang tinggi, pemerintah akan mengkaji lebih mendalam. Dia berharap kajian ini dapat segera selesai dan dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
"Supaya biaya politik ini tidak lagi memberatkan para kandidat baik kepala daerah atau kandidat legislatif, sehingga akhirnya tidak ada lagi dorongan untuk melakukan korupsi baik melalui pengadaan, perizinan, maupun hal lainnya," kata Bambang.
(Baca: Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2018 Naik Tujuh Peringkat)
Perketat Pengawasan
Sementara untuk mendorong kinerja penegakan hukum, Wakil Ketua KPK Laode M Syarief menilai langkah yang akan dilakukan adalah dengan memperketat pengawasan yang dilakukan Badan Pengawasan Mahkamah Agung (Bawas MA). Nantinya, pengawasan akan bekerja sama dengan KPK dan Komisi Yudisial (KY).
Langkah ini ditujukan untuk meminimalisasi kasus korupsi yang dilakukan oleh hakim. "Supaya integritas (hakim) itu bisa betul-betul dijalankan dengan baik," kata Laode.
Di Kepolisian, langkah yang akan dilakukan adalah dengan memperbaiki peta peningkatan karier. Kemudian, akan dibentuk sistem tindak lanjut pelaporan masyrakat yang berhubungan dengan aparat Kepolisian.
Di Kejaksaan, langkah peningkatan kinerja penegakan hukum dilakukan dengan perbaikan sistem rekrutmen. Hal lain yang akan diperbaiki terkait sistem remunerasi.
Menurut Laode, remunerasi di Kejaksaan dan Kepolisian masih belum 100% terpenuhi. "Jadi saya pikir Kemenkeu harus juga memperhatikan itu," kata Bambang.
KPK pun akan bekerja sama dengan Satuan Tugas Pemberantasan Pungutan Liar (Saber Pungli) dalam pemberantasan korupsi. Laode mengatakan, kualitas kinerja Saber Pungli saat ini masih perlu ditingkatkan.
(Baca: KPK: Komitmen Jokowi dan Prabowo untuk Berantas Korupsi Belum Jelas)