Akses Kredit, Pengusaha Kreatif Butuh Valuator HKI untuk Yakinkan Bank

Donang Wahyu|KATADATA
Penyanyi Andien tampil membawakan sejumlah lagu dalam Mandiri Senggigi Sunset Jazz Festival 2018, Minggu, 9 Desember 2018.
Penulis: Dini Hariyanti
29/1/2019, 21.00 WIB

Valuator atau penilai Hak Kekayaan Intelektual (HKI) berperan menjembatani perbankan dengan pelaku ekonomi kreatif. Kehadiran lembaga valuator diharapkan mempermudah pengusaha mendapatkan kredit dengan menjaminkan hak ciptanya.

"Kami dorong terus terbentuknya lembaga swasta sebagai valuator (HKI) ini. Kami juga dorong penerimaan perbankan agar mau menyalurkan pinjaman dengan jaminan fidusia," ucap Wakil Kepala Badan Ekonomi Kreatif Ricky J. Pesik, di Jakarta, Selasa (29/1).

(Baca juga: Bekraf Siapkan Skema Pendanaan Berbasis Kekayaan Intelektual

Undang-undang tentang Hak Cipta menyatakan, hak cipta bisa digunakan sebagai objek jaminan fidusia. Istilah 'fidusia' merujuk kepada aktivitas pengalihan hak kepemilikan benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda bersangkutan tetap dalam penguasaan pemiliknya.

Setelah UU Hak Cipta direvisi sekitar lima tahun lalu, pelaku industri kreatif termasuk pengarang lagu bisa menjaminkan hak cipta yang dimiliki kepada bank. Ketentuan ini spesifik dijelaskan dalam Pasal 16 ayat 3 UU No. 28/2014 tentang Hak Cipta. Tapi, implementasinya belum optimal sampai sekarang.

"Kalaupun kami dorong dari sisi perbankan tetapi tidak ada valuatornya ya bagaimana. Kalau ada (valuator) jadi lebih enak bicara ke bank," ucap Deputi Akses Permodalan Bekraf Fadjar Hutomo secara terpisah. (Baca juga: Pengembang Belum Hitung Valuasi Kekayaan Intelektual Gim Dreadout)

Ketua DPR RI Bambang Soesatyo mengimbuhkan, karya intelektual berupa lagu selayaknya bisa menjadi aset ekonomis. Sayang, tak hanya UU Hak Cipta tetapi UU Pemajuan Kebudayaan juga belum bisa memberi jaminan keekonomian bagi pencipta karya seni.

Oleh karena itu, DPR mengawal rancangan undang-undang (RUU) terkait tata kelola industri musik. Regulasi ini diharapkan menyempurnakan penerapan peraturan terkait yang lebih dulu hadir, seperti UU Hak Cipta dan Pemajuan Kebudayaan.

"Tak hanya memastikan musisi mendapatkan pemasukan finansial atas setiap karya ciptanya, RUU musik juga memastikan mereka tidak melupakan kewajibannya membayar pajak," kata Bambang Soesatyo mengutip siaran pers DPR RI. (Baca juga: Tonton Film Gamelan Bali, Publik Korsel Bayar Rp 600 ribu

Pembahasan RUU soal industri musik tersebut baru awal. Meskipun sudah tatap muka dengan sejumlah musisi, DPR belum melibatkan Bekraf sebagai lembaga yang menaungi subsektor musik.

"Kami belum terlibat karena oleh DPR diminta prioritaskan RUU Ekonomi Kreatif dulu. Komisi yang tangani keduanya bakal sama, Komisi X," tutur Ricky Pesik.