Menteri Keuangan Sri Mulyani segera menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) sebagai turunan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE) dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam (SDA).
Regulasi yang mengatur teknis soal kewajiban eksportir untuk menaruh devisa hasil ekspor di dalam negeri tersebut akan diterbitkan pada pekan ini. "Segera. Kan PMK mengenai itu sudah disusun," kata Sri di Istana Negara, Jakarta, Rabu (23/1).
Menurut Sri, PMK tersebut akan merinci besaran denda administrasi yang bakal diberikan jika eksportir berkeras menaruh devisanya di luar negeri. Denda tersebut lebih lanjut akan disetorkan ke kas negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
(Baca: BI Optimistis Defisit Transaksi Berjalan Susut Mulai Kuartal I 2019)
Hanya, Sri belum mau menjelaskan berapa besaran denda tersebut. Dia juga belum mau merinci ekspor komoditas apa saja yang akan dikenakan kewajiban menaruh devisa hasil ekspor di dalam negeri. "Kan disebut hasil alam. Nanti saja (rinciannya) kalau sudah keluar PMK," kata Sri.
PP Nomor 1 Tahun 2019 sebelumnya telah diundangkan pada 10 Januari 2019. PP tersebut mewajibkan eksportir untuk menaruh devisa hasil ekspor dari sektor pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan di dalam negeri.
Devisa tersebut wajib dimasukkan dalam rekening khusus devisa hasil ekspor sumber daya alam pada bank yang melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing. Hal tersebut wajib dilaksanakan paling lama pada akhir bulan ketiga setelah bulan pemberitahuan pabean ekspor.
(Baca: Dua Fokus Kebijakan Ekspor untuk Tekan Defisit Neraca Dagang)
Devisa hasil ekspor sumber daya alam yang sudah masuk ke dalam rekening khusus nantinya dapat digunakan untuk pembayaran bea keluar dan pungutan lain di bidang ekspor, pinjaman, impor, keuntungan atau dividen, serta keperluan lain sesuai Undang-undang Penanaman Modal.
Jika hal tersebut tak dilakukan, maka para ekportir dapat dikenakan sanksi administratif. Sanksi tersebut dapat berupa denda, larangan ekspor, maupun pencabutan izin usaha.