Debat Perdana Pilpres 2019 Dinilai Antiklimaks

Arief Kamaludin | Katadata
Ketua KPU Arief Budiman (tengah) bersama pasangan capres-cawapres nomor urut 01 Joko Widodo (kedua kiri) dan Ma'ruf Amin (kiri) serta pasangan nomor urut 02 Prabowo Subianto (kedua kanan) dan Sandiaga Uno (kanan) bersiap mengikuti debat pertama Pilpres 2019, di Jakarta, Kamis (17/1/2019). Debat mengangkat tema Hukum, HAM, Korupsi, dan Terorisme.
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Pingit Aria
22/1/2019, 20.03 WIB

Debat perdana Pilpres 2019 dinilai antiklimaks. Performa para kandidat Pilpres 2019, Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dinilai tak optimal.

Pakar komunikasi politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio menilai Jokowi tidak memperlihatkan kualitas dirinya sebagai petahana. Menurut Hendri, Jokowi seharusnya memiliki kelebihan untuk menunjukkan berbagai prestasinya selama empat tahun memerintah. Hanya, hal tersebut tak muncul dalam debat.

Tidak banyak data yang dipakai Jokowi untuk menunjukkan kinerjanya selama ini. Jokowi lebih terkesan sebagai penantang dengan berbagai jawaban dan pertanyaan yang menyerang Prabowo-Sandiaga. "Saya sempat kaget juga pembawaan Jokowi yang seperti emosi," kata Hendri di Jakarta, Selasa (22/1).

Hendri menilai peran Ma'ruf sangat minim ketika debat berlangsung. Ma'ruf hanya disorot ketika mengambil bola undian. Jawaban Ma'ruf hampir serupa di setiap pertanyaan, kecuali soal terorisme dan disabilitas.

(Baca: Mahfud MD: Di Bidang Hukum, Tak Ada Harapan Baru dari Kedua Paslon )

Peran Ma'ruf ini timpang dengan Jokowi yang begitu dominan selama debat. Berdasarkan telesurvei yang dilakukan Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI) bekerja sama dengan Katadata Insight Center (KIC), 56,6 persen responden menilai Jokowi sebagai kandidat yang tampil paling baik. Hanya 0,6 persen responden yang menilai Ma'ruf sebagai penampil terbaik.

Hal serupa terjadi pada pasangan Prabowo-Sandiaga. Menurut Hendri, Prabowo seharusnya bisa tampil maksimal mengingat debat Pilpres 2019 merupakan kali ketiga baginya. Prabowo sebelumnya pernah mengikuti debat Pilpres 2009 dan 2014. 

Hendri pun menilai gimik Prabowo berjoget dan Sandiaga yang memijitnya ketika debat berlangsung ikut menurunkan performanya di mata publik. "Ini kan sudah klimaks, dia (Prabowo-Sandiaga) harusnya menampilkan yang wow," kata Hendri.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai para kandidat selama debat menjawab dengan sangat berhati-hati. Alhasil, jawaban mereka terkesan normatif dan tidak terhubung pada konteks kebijakan yang berasal dari visi-misi.

(Baca: Debat Pilpres Pertama Jokowi Tampil Paling Baik)

Tak hanya para kandidat, kritik juga digulirkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara debat. Menurut Titi, tidak optimalnya debat perdana Pilpres 2019 karena adanya kisi-kisi pertanyaan yang diberikan KPU kepada para kandidat.

Durasi debat pun banyak terbuang sia-sia. Menurut Titi, durasi debat harus dimanfaatkan untuk memberi kesempatan bagi para kandidat untuk menjawab pertanyaan.

Titi menilai durasi debat banyak terambil oleh pengambilan bola undian dan peran moderator. "Tema (debat) kita ke depan luas sekali. Kalau tidak dikemas dalam durasi yang cukup, saya tidak bisa bayangkan," kata Titi.

Waktu pelaksanaan debat juga dianggapnya tak bersahabat dengan masyarakat di Indonesia Tengah dan Timur. Sebab, debat baru dimulai pada pukul 20.00 Waktu Indonesia Bagian Barat (WIB) atau 21.00  Waktu Indonesia Bagian Tengah (WITA) dan 22.00 Waktu Indonesia Bagian Timur (WIT).

(Baca: Jokowi dan Prabowo Saling Rebut Suara Mengambang di Debat Capres)

Ia pun berharap KPU dapat melakukan perbaikan pada debat-debat selanjutnya. Menurut Titi, KPU harus mendengarkan aspirasi publik agar debat bisa berjalan optimal.

KPU tidak boleh hanya mementingkan pendapat dari para kandidat. "Pemangku kepentingan Pemilu bukan hanya pasangan calon (paslon), ada pemantau pemilu, ada masyarakat," kata Titi.

Reporter: Dimas Jarot Bayu