Pegiat industri fesyen menilai persaingan bisnis dengan berbagai merek dan tren mancanegara tidak perlu dikhawatirkan secara berlebih. Setiap brand memiliki peminat masing-masing sekaligus membidik segmen pasar yang berbeda.
Presiden Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) Poppy Dharsono mengatakan, karya perancang mode dalam negeri tak kalah berkualitas dibandingkan dengan asing. Eksplorasi atas kekayaan budaya nasional bisa menjadi nilai tambah produk mereka.
"Apapun yang bagus orang akan membeli, apalagi kalau harganya terjangkau. Kelas atas nikmati karya asli (buatan tangan), konsumen bawah bisa pilih hasil printing (produsen fesyen lokal)," ucapnya kepada Katadata.co.id, Jumat (18/1). (Baca juga: Tiga Produk Fesyen Mewah Ini Bisa Jadi Medium Investasi)
APPMI mengakui saking kompetitif kualitas karya desainer domestik maka yang mampu menjangkau relatif terbatas. Produk mereka lazimnya dikonsumsi masyarakat papan atas. Konsumen menengah ke bawah tak jarang memilih barang impor baru maupun bekas.
Sejumlah karya desainer nasional dibanderol mulai ratusan ribu hingga jutaan. Kualitas bahan dan tingkat kesulitan pembuatan jadi salah satu faktor penentu harga. (Baca juga: Perpaduan Bahan, Strategi Suqma Pertahankan Harga Kompetitif)
Dirjen Industri Kecil dan Menengah Kementerian Perindustrian Gati Wibawaningsih berpendapat, perancang fesyen dalam negeri tetap bisa menggaet pasar menengah dan bawah. Supaya harga lebih terjangkau dapat disiasati pada pemilihan desain dan perpaduan bahan.
"Asalkan produk yang dibuat bukan produk yang serumit seperti yang (kerap) ditampilkan dalam peragaan busana. Untuk garap pasar menengah bawah itu yang dikejar kuantitas, kalau menengah ke atas lebih ke kualitas," tuturnya secara terpisah.
(Baca juga: Produktivitas Meningkat, Harga Produk Fesyen Muslim Kompetitif)
Pada sisi lain, Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) menginginkan lebih banyak pelaku industri kreatif subsektor fesyen tampil sebagai perancang mode. Semakin banyak desainer nasional yang mendunia diharapkan bisa meningkatkan nilai tambah bisnis turunan industri pertekstilan ini.
"Kita harus menghindari industri fesyen hanya memperoleh manfaat sebagai konveksi dari tekstil," ujar Wakil Kepala Bekraf Ricky J. Pesik. (Baca juga: SDM Terkait Empat Subsektor Kreatif Ini Mulai Disertifikasi)
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kontribusi fesyen mencapai Rp 166 triliun setara 18 persen dari total produk domestik bruto (PDB) sektor kreatif pada 2016. Bisnis fesyen merupakan kontributor terbesar kedua bagi PDB ekonomi kreatif.