Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka ketimpangan atau rasio gini pengeluaran masyarakat Indonesia menurun. Pada September 2018, angka rasio gini sebesar 0,384, turun 0,005 poin dari Maret 2018 yang tercatat 0,389.
Secara nasional, pengeluaran 40% penduduk lapisan bawah tumbuh 3,55%, pengeluaran 40% penduduk lapisan menengah meningkat 3,40%, serta pengeluaran 20% penduduk teratas hanya naik 1,28%. Alhasil, ketimpangan penduduk kaya dan miskin semakin berkurang.
"Secara nasional, kenaikan pengeluaran per kapita kelompok bawah dan kelompok menengah lebih cepat dibanding kelompok atas," kata Kepala BPS Suhariyanto di Jakarta, Selasa (15/1).
(Baca: Inflasi Terjaga, Penduduk Miskin September 2018 Turun 280 Ribu Orang)
Dia menjelaskan, penurunan ketimpangan atau rasio gini butuh komitmen pemerintah. Sebab, distribusi pendapatan lebih merata dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih terasa kepada seluruh penduduk.
Mengacu pada standar Bank Dunia, pembagian tingkat ketimpangan menjadi 3 kategori, yaitu tingkat ketimpangan tinggi jika distribusi pengeluaran di bawah 12%, kisaran antara 12-17% berarti ketimpangan sedang, serta jika berada di atas 17% berarti ketimpangan rendah.
Catatan BPS pada September 2018, distribusi pengeluaran lapisan terbawah perkotaan berada di angka 16,79% sedangkan lapisan terbawah perdesaan di angka 20,43%. Secara umum, lapisan terbawah berada di posisi 17,22%.
Suhariyanto mengungkapkan, terdapat 9 provinsi dengan rasio gini yang berada di atas ketimpangan pengeluaran secara nasional. Rinciannya adalah D.I. Yogyakarta, Gorontalo, Jawa Barat, Papua, Sulawesi Tenggara, Papua Barat, Nusa Tenggara Barat, DKI Jakarta, serta Sulawesi Selatan.
(Baca: Bantuan Keluarga Harapan Tahap Pertama Cair untuk 9,4 Juta Peserta)
BPS mencatat, ketimpangan masyarakat tertinggi berada di Yogyakarta sebesar 0,422 dan yang paling rendah pada Bangka Belitung dengan capaian 0,272. "Semakin tinggi nilai rasio gini berarti semakin tinggi ketimpangan," ujar Suhariyanto.