Jakarta - Program dan kebijakan pembangunan pertanian pemerintah mampu mendongkrak dan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Empat tahun terakhir, Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian tumbuh signifikan. Akumulasi tambahan nilai PDB sektor ini selama 2013-2017, mencapai Rp1.375 Triliun dan nilai PDB Sektor Pertanian tahun 2018 naik 47% dibandingkan dengan tahun 2013.
“Bahkan tercatat pada tahun 2018 ini, nilai PDB mencapai 395,7 triliun dibandingkan Triwulan III tahun lalu yang hanya Rp 375,8 triliun,” jelas Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Kementerian Pertanian (Kementan) I Ketut Kariyasa, Minggu (6/1).
Selain tumbuh positif, peran sektor pertanian makin penting dan strategis. Pada 2014, Sektor Pertanian (termasuk kehutanan dan perikanan) berkontribusi sekitar 13,14 persen terhadap ekonomi nasional dan pada 2017 naik menjadi 13,53 persen .
"Kalau diperhitungkan dengan industri agro dan penyediaan makanan dan minuman yang berbasis bahan baku pertanian, kontribusinya bisa mencapai 25,84 persen," katanya.
Peran penting lainnya, inflasi bahan pangan terkendali. Inflasi kelompok bahan makanan turun dari 10,57 persen pada 2014, masing-masing menjadi 4,93 persen pada 2015 dan 5,69 persen pada 2016. Bahkan 2017, hanya 1,26 persen.
"Bisa dikatakan dalam sejarah Indonesia baru kali ini inflasi bahan makanan atau pangan lebih rendah dari inflasi umum yang hanya 3,6 persen," ujar Kariyasa.
Keberhasilan pembangunan pertanian juga tercermin dari kesejahteraan petani melalui indikator Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) dan menurunnya jumlah penduduk miskin di perdesaan. Pada 2014 nilai NTUP (Pertanian Sempit tanpa Perikanan) hanya sebesar 106,05, dan pada 2015 dan 2016 meningkat menjadi 107,44 dan 109,83. Nilai NTUP 2017 dan 2018 sampai Desember juga membaik menjadi 110,03 dan 111,56.
Jumlah penduduk miskin di perdesaan Maret 2015 masih sekitar 14,21persen (17,94 juta jiwa) dan pada bulan yang sama 2016 dan 2017 turun menjadi 14,11 persen (17,67 juta jiwa) serta 13,93 persen (17,09 juta jiwa). Demikian juga pada Maret 2018, turun menjadi 13,47 persen (15,81 juta jiwa).
Membaiknya kesejahteraan petani kata Kariyasa, juga bisa dilihat dari menurunnya indek Gini Rasio di perdesaan yang mencerminkan pemerataan pendapatan di perdesaan. Pada 2015, indek Gini Rasio di perdesaan sebesar 0,334 dan pada 2016 dan 2017 turun masing-masing menjadi 0,327 dan 0,320.
"Atau dengan kata lain ketimpangan pendapatan antar rumah-tangga di perdesaan semakin rendah. Yang perlu dicatat adalah kerberhasilan telah berdampak pada pemerataan pendapatan di perdesaan . Kondisi mereka jauh lebih baik dibanding warga perkotaan," katanya.
Program Terobosan Pemerintah di Sektor Pertanian
Kementan telah membuat program terobosan Bedah Kemiskinan Rakyat Sejahtera (BEKERJA), sebagai solusi permanen untuk mengentaskan masyarakat petani dari kemiskinan dan mencapai pemerataan.
"Sebab sebagian besar penduduk miskin di perdesaan adalah petani di mana lebih dari 70 persen pendapatan utamanya berasal dari sektor pertanian. Tahun ini kita sudah terapkan program ini di 10 provinsi dengan sasaran 200.000 Rumah Tangga Petani Miskin (RTM)," katanya.
Produksi pertanian juga terus digenjot Kementan melalui program upaya khusus (UPSUS) untuk padi, jagung, kedelai dan hortikultura, program Sapi Indukan Wajib Bunting (SIWAB) pada peternakan, serta bantuan bibit pada perkebunan. Program khusus terbukti mampu meningkatkan produksi komoditas pertanian. Peningkatan produksi mampu menjaga ketersediaan pangan dan menekan inflasi. Ditambah program asuransi pertanian dan program pengembangan pertanian modern melalui penggunaan alsitan secara masif.
"Kedua program ini mampu meningkatkan produktivitas dan pendapatan keluarga petani karena menghemat biaya karena sebagian besar tenaga kerja sudah diganti oleh penggunaan alsintan yang jauh lebih efisien," tutup Kariyasa.