Dituding Terima Modus Janji oleh Demokrat, Ketua KPU: Kami Independen

Antara
Ketua KPU Arief Budiman dalam diskusi "Pemilih Berdaulat, Negara Kuat" di Jakarta.
Penulis: Dimas Jarot Bayu
2/1/2019, 17.16 WIB

Komisi Pemilihan Umum (KPU) melaksanakan tugas secara independen dan profesional, bukan karena adanya janji dari pihak-pihak tertentu. KPU memastikan akan tetap melaksanakan tugasnya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).

Hal ini disampaikan Ketua KPU Arief Budiman untuk membantah tudingan Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Andi Arief yang menyebutkan dirinya mendapatkan modus janji dalam Pilpres 2019. "Janji apa? Enggak ada," kata Arief di kantornya, Jakarta, Rabu (2/1).

Arief mengatakan, pekerjaannya selama ini dilakukan secara independen dan profesional. KPU tak bisa terpengaruh dengan adanya janji-janji dari pihak tertentu.

Sebelumnya, Andi Arief melalui cuitan di akun Twitternya @AndiArief_ meminta berbagai pihak untuk berhati-hati terhadap berbagai modus janji menjelang Pemilu 2019. Menurutnya, modus janji itu pernah beberapa kali dilakukan.

Ia mencontohkan, ketika mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dijanjikan menjabat sebagai wakil presiden. Ada pula janji untuk menjadikan mantan pimpinan KPK sebagai Jaksa Agung. "Bahkan desas-desus juga Ketua KPU dijanjikan sesuatu," kata Andi lewat akun Twitternya @AndiArief_, Selasa (1/1). Andi juga mempertanyakan, apakah berbagai modus janji tersebut dapat terulang lagi ke depannya.

(Baca: SBY Minta Demokrat Tak Diganggu dalam Pemilu 2019)

Ini bukan pertama kalinya Partai Demokrat berselisih dengan KPU. September lalu, Partai Demokrat melayangkan protes kepada KPU atas pelanggaran yang terjadi dalam Deklarasi Kampanye Pemilu Damai, Minggu 23 September 2018. Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca Panjaitan mengatakan, dalam acara tersebut Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono melakukan aksi walk out.

"Baru kira-kira 5 menit ikut defile, beliau (SBY) turun dan walk out meninggalkan barisan," kata Hinca seperti dikutip Kompas.com. Pasalnya, SBY melihat banyak sekali aturan main yang dilanggar, tak sesuai dengan kesepakatan awal. Salah satu yang dikeluhkan SBY adalah provokasi dari pendukung petahana Joko Widodo.

Komisioner KPU Wahyu Setiawan menyatakan, KPU justru memperlakukan SBY dengan istimewa dalam Deklarasi Kampanye Pemilu Damai tersebut. Misalnya, mobil SBY ditempatkan di urutan ketiga setelah mobil karnaval pasangan calon nomor urut 01 dan 02. Padahal, jika diurutkan berdasarkan nomor urut partai, seharusnya Partai Demokrat ada di urutan ke-14.

KPU tidak mengetahui soal ungkapan provokatif yang dimaksud oleh SBY dan Partai Demokrat. Jika yang dimaksud adalah ungkapan "Jokowi dua periode" dari para pendukungnya, hal itu boleh saja dilakukan karena masa kampanye telah dimulai. "Makanya, soal provokasi tanyalah Pak SBY. Sebab, kami dari KPU juga masih tidak paham ungkapan provokatif itu yang seperti apa," ujarnya.

(Baca: Ira Koesno Akan Jadi Moderator Debat Pertama Capres-Cawapres 2019)

Reporter: Dimas Jarot Bayu