Konsumsi Domestik Rendah, Bisnis Kedai Kopi Terus Prospektif

Katadata/Pingit Aria
Mengusung konsep gaya hidup, kantor cabang DBS Plaza Singapura dilengkapi sebuah kafe.
Penulis: Dini Hariyanti
28/12/2018, 19.00 WIB

Pegiat perkopian menilai bisnis kuliner di bidang ini tetap potensial meski populasi kafe semakin menjamur terutama di perkotaan. Pertimbangannya bahwa kuantitas konsumsi kopi di dalam negeri belum dominan.

Wakil Ketua Asosiasi Kopi Spesial Indonesia Daroe Handojo mengatakan, meningkatnya persaingan usaha kreatif berbasis kopi tidak mempengaruhi peluang bisnis yang ada. Apalagi, permintaan konsumen lokal relatif masih sedikit.

"Menurut saya, bisnis apapun asalkan manajemennya dijalankan dengan benar akan berkembang dengan benar juga. Usaha apapun yang jatuh (bangkrut) itu bukan karena pesaing menjamur," tuturnya kepada Katadata.co.id, Jumat (28/12).

(Baca juga: Enam Cara Seduh Kopi Khas Orang Indonesia

Mengutip Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI), yakni dengan estimasi penduduk pada 2016 sekitar 260 juta jiwa setara kebutuhan kopi 300.000 ton. Sementara itu, konsumsinya pada kisaran 1,15 kilogram per kapita per tahun.

Perkiraan kebutuhan kopi di dalam negeri tersebut naik sekitar 7,14% (year on year). Estimasi pada 2015 dengan penduduk 257 juta jiwa maka permintaan berkisar 280.000 ton. Konsumsi per kapitanya di level 1,09 kilogram per kapita per tahun.

AEKI juga mencatat produksi kopi pada 2016 mengalami kenaikan sekitar 20,7% menjadi 664.000 ton dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sebagian besar hasil petani ini diekspor mencapai 400.000 ton.

"Peminum kopi spesial (kurang dari) 5% dari konsumen dalam negeri. (Pengusaha) yang penting tahu pasar mana yang dibidik, manajemen dijalankan benar. Jangan jual kemahalan dan jangan kemurahan," kata Daroe menjawab soal potensi permintaan konsumen lokal.

(Baca juga: Ini Lima Model Bisnis Kopi Lokal Hasil Adaptasi Zaman)

Kopi spesial tidak bisa disamakan dengan kopi komersil. Spesial (specialty) merupakan sebutan kopi berkualitas alias premium. Pembeda dengan yang komersil salah satunya dari kejelasan asal-usul biji yang digunakan.

Pada kopi spesial tak hanya diketahui daerah asal tetapi bisa dilacak dari perkebunan mana. Situs www.majalah.ottencoffe.co.id menyatakan bahwa ketinggian tanam, varietas, sampai proses pengolahan biji kopi juga diketahui jelas. Untuk kopi komersil informasi terbatas sampai benua atau negara asal saja.

Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) mendorong pemetaan indikasi geografis kopi guna mendongkrak nilai tambah pada bisnis hulu sampai hilir. Kini terdapat setidaknya 20 indikasi geografis (IG) kopi spesial. Dalam setahun terakhir ada tiga IG yang difasilitasi untuk mendapatkan sertifikat.

Kasubdit Pengelolaan Hak Kekayaan Intelektual Bekraf Immanuel Rano Rohi menyebutkan, kopi yang dimaksud adalah arabika Samosir (Sumatra Utara), robusta Pagar Alam (Sumatra Selatan), dan arabika Dogiyai (Papua).

"(Sertifikasi) butuh berapa lama tidak ada batasan khusus tergantung kesiapan masing-masing asosiasi pemilik IG dalam melengkapi persyaratan Kemenkumham," ujarnya saat dihubungi Katadata.co.id secara terpisah.

(Baca juga: Pebisnis : Blockchain Tepat untuk Pemetaan Geografis Kopi)

Indikasi geografis diharapkan dapat meningkatkan penghargaan atas mutu, keunikan rasa, serta kreativitas industri pengolahan dan penyajian kopi nasional. Pasalnya, tujuan Bekraf tak sekadar menjadikan kopi sebagai komoditas melainkan gaya hidup.

Oleh karena itu, minuman seduh kopi tak lagi menjadi produk yang hanya dinikmati orang tua di warung sederhana. Kedai kopi kini semakin menjamur di berbagai wilayah, masing-masing menyajikan konsep berbeda-beda dengan harga yang bervariasi.