Penenun Endek Bali Kekurangan Suplai Benang dari Daerahnya

Ajeng Dinar Ulfiana|KATADATA
Dua orang pengunjung sedang melihat kain batik yang dijual dalam acara Indonesia Pavillion, Nusa Dua , Bali (12/10). Indonesia Pavilion adalah bentuk sinergi BUMN yang juga didukung oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian ESDM, Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF), Kementerian Komunikasi dan Informatika serta Kementerian Keuangan.
Penulis: Dini Hariyanti
26/12/2018, 12.14 WIB

Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Bali menyayangkan bahan baku benang untuk membuat kain endek khas Pulau Dewata berasal dari daerah lain. Pemerintah daerah diharapkan lebih intensif mendorong peningkatan produksi perkebunan kapas setempat.

Ketua Dekranasda Bali Putri Suastini Koster mengatakan, swadesi di bidang sandang membutuhkan suplai bahan baku di hulu hingga hilir dari industri lokal. Swadesi adalah gerakan yang menganjurkan untuk menggunakan barang buatan bangsa sendiri.

"Kami mengharapkan, Dinas Pertanian atau Kehutanan bisa menyiapkan bibit kapas. Paling tidak dalam lima tahun ke depan bisa tumbuh kapas di mana-mana untuk dipintal," tuturnya, di Denpasar, Bali, Rabu (26/12).

(Baca juga: Tenun Tanimbar Maluku Tampil dalam Forum Bisnis di Tiongkok

Hal itu bertujuan agar perajin kain endek tidak kehabisan bahan baku benang berkualitas dari perkebunan kapas di daerahnya sendiri. Dekranasda juga menginginkan lebih banyak masyarakat yang menggunakan kain khas Bali yang dibuat penenun asli Pulau Dewata.

"Kalau kita menggunakan kain endek Bali tetapi diproduksinya di luar Bali dan kita hanya sebagai konsumen, sangat miris sekali," kata Putri. (Baca juga: Mayoritas Masuk Lewat Bali, Turis Asing ke RI pada Oktober Naik 11,2%)

Kain endek Bali yang paling fenomenal ialah tenun dobel ikat geringsing asal Tenganan, Kabupaten Karangasem. Tapi motif khas semacam ini maupun produk tenun endek lain sekarang lebih banyak dicetak oleh pabrik tekstil.

Oleh karena itu, Dekranasda Bali ingin memperkuat kecintaan masyarakat setempat terhadap produk daerahnya sendiri. Hal ini dapat membantu membangkitkan geliat ekonomi industri kecil dan menengah di Pulau Dewata.

"Kami ingin memviralkan jargon kami, yaitu cintailah produk dalam negeri, gunakan produk produksi daerah sendiri. Jika kita memakai produk produksi daerah sendiri, tidak akan mematikan produksi nusantara," tutur Putri.

(Baca juga: Perpaduan Bahan, Strategi Suqma Pertahankan Harga Kompetitif

Dia mencontohkan, apabila ingin mengenakan kain khas Nusa Tenggara Timur (NTT) maka kenakan kain yang diproduksi perajin setempat. Demikian pula jika mau mengenakan batik, pakailah karya pembatik Jawa atau Cirebon.

Reporter: Antara