Kementan Garap Lahan Rawa Tiga Pulau Besar

Katadata
Penulis: - Tim Publikasi Katadata
Editor: Arsip
15/12/2018, 18.01 WIB

Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) terus mengembangkan pemanfaatan rawa sebagai lahan produktif. Sebanyak 34,1 juta hektar lahan sedang digarap, dengan 9,2 juta hektar di antaranya disulap jadi sawah dan hortikultura. Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP) Dedi Nursyamsi mengatakan, lahan tersebut tersebar di tiga pulau besar, yakni Sumatera, Kalimantan, dan Papua.

 

"Untuk padi atau sawah sudah mencapai 14,2 juta hektar, hortikultura mencapai 3,1 juta hektar dan tanaman tahunan mencapai 1,9 juta hektar," kata Dedi, saat memberi keterangan pada kegiatan Bincang Asyik Pertanian (BAKPIA) di Kampus Penelitian Cimanggu, Bogor, Jumat (14/12).

 

Lahan yang dahulu semak belukar ternyata potensial, meski membutuhkan proses tahunan untuk digarap menghasilkan 7,5 juta hektar. Keunggulan utama lahan rawa adalah airnya tersedia sepanjang tahun, sehingga meski kemarau lahan rawa justru dapat berproduksi optimal dan panen raya. Sejumlah tantangan sempat muncul dalam program ini. Pertama, cukup sulit mengubah sikap atau pola pikir sebagian besar petani yang masih tradisional. Tantangan berikutnya, kembagaan petani dan kelembagaan ekonomi  belum sepenuhnya maju, serta masih terbatasnya implementasi teknologi sehingga produktivitasnya rendah.

 

"Tapi saat ini sudah ada program SERASI (Selamatkan Rawa, Sejahterakan Petani) yang merupakan implementasi dari inovasi teknologi pertanian yang berhasil mengubah dan membudidayakan lahan tandus menjadi produktif," katanya. Terlebih lanjut Dedi, program terintegrasi dengan peternakan ikan dan itik

 

Program SERASI merupakan inisiasi pemerintah yang lebih luas dari demplot Jejangkit, pada lahan rawa pasang surut seluas 550.000 hektar di enam provinsi. Program ini bersifat sinergi dan lintas sektoral antara Kementan, Kementerian PUPR, Kementerian BUMN, dan Lembaga Keuangan (LK).

 

Hasilnya, meningkatkan indeks pertanaman (IP) dari 100 menjadi 200 melalui normalisasi tata air, baik saluran air, pintu air, tanggul, pompa, dan lain-lain. Selain itu, produktivitas padi juga meningkat dari dua ton per hektar menjadi enam per hektar. Peningkatan ini berkat pengenalan varietas unggul dan adaptif, perbaikan sistem budidaya, ameliorasi tanah seperti pemberian dolomit, fosfat alam, dan bahan organik. “Lahan ini menjadi subur karena terus dilakukan pemupukan yang berimbang dengan spesifik lokasi," katanya.

 

Peningkatan produksi pangan, menurut Dedi, perlu didorong melalui diversifikasi komoditas serta membangun kelembagaan dan pemberdayaan melalui implementasi pertanian korporasi. Program ini juga perlu mempertimbangkan jadwal tanam yang beradaptasi dengan pola curah hujan dan musim kering.

 

Dedi menambahkan, pelaksanaan program  wajib didukung pemerintah pdan stakeholder lainnya. Dukungan dari pemerintah pusat, terutama datang dari Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian PUPR terutama Balai Besar Wilayah Sungai (BWSS), Kementerian Desa PDTT, TNI AD, serta Pemerintah Provinsi dan Kabupaten. "Selain itu kita juga perlu dukungan stakeholder lainnya seperti dari Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi), perusahaan benih, pupuk dan lain lain," tutup Dedi.