PT Bukit Asam Tbk (PTBA) menargetkan produksi batu bara pada periode 2019 sebesar 27,3 juta ton, naik sekitar 1,4% dibandingkan 2018 sebesar 25,88 juta ton. Angka ini terdapat dalam Rancangan Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) perusahaan yang telah diserahkan kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

Sekretaris Perusahaan Bukit Asam Suherman mengatakan, kenaikan tersebut didukung optimalisasi angkutan batu bara. Alhasil, jumlah produksi batu bara juga akan meningkat. "Karena memang angkutan di tahun depan lebih optimal, kenaikan produksinya menyesuaikan," kata Suherman kepada Katadata.co.id, Kamis (6/12).

Ia juga menjelaskan bahwa RAKB yang telah disampaikan kepada Kementerian ESDM belum mendapatkan persetujuan. Bukit Asam juga belum menetapkan jumlah investasi yang akan dikeluarkan pada tahun depan.

Dari produksi sebesar 27,3 juta ton tersebut, sebesar 75% akan diekspor ke Tiongkok dan India. Sedangkan, 25% dijual ke pasar domestik untuk memenuhi kebutuhan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan industri dalam negeri lainnya. Alokasi ini sesuai dangan kebijakan pemerintah yang mewajibkan perusahaan batu bara memasok batu bara untuk kebutuhan dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO) sebesar 25%.

(Baca: Bukit Asam Beberkan Dua Penyebab Data Ekspor Batu Bara Berbeda

Selain itu, Suherman menjelaskan penyusunan RKAB ini sudah dilakukan sebelum Tiongkok membuat kebijakan untuk membatasi impor batu bara. Dengan demikian, tahun depan PTBA masih bisa mengekspor batu baranya ke negara tersebut. "Mudah-mudahan Januari sudah tidak membatasi impor," kata dia.

Hingga September 2018, produksi batu bara Bukit Asam mencapai 18,6 juta ton. Sementara itu, perusahaan telah membukukan pendapatan sebesar Rp 16,04 triliun pada kuartal III 2018, meningkat Rp 2,75 triliun atau 21% dibandingkan pendapatan usaha pada periode yang sama 2017.

Pendapatan terbesar pada kuartal III 2018 diperoleh dari penjualan batu bara ekspor, yaitu sebesar 52% dari total pendapatan. Sedangkan penjualan batubara domestik hanya sebesar 46% dan selebihnya sebesar 2% merupakan pendapatan dari aktivitas usaha lainnya, yang terdiri dari penjualan listrik, briket, minyak sawit mentah, jasa kesehatan rumah sakit, dan jasa sewa.

Harga jual rata-rata batu bara periode Januari hingga September 2018 meningkat sebesar 13% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, yakni dari Rp 745.775 per ton menjadi Rp 841.655 per ton. Kenaikan tersebut dipengaruhi oleh kenaikan harga rata-rata batu bara Newcastle periode Januari–September 2018 yang cukup signifikan, yaitu sebesar 27% serta kenaikan rata-rata harga batu bara global.

(Baca: Harga Batu Bara Desember Turun ke Level Terendah Enam Bulan Terakhir)

Reporter: Fariha Sulmaihati