Komisi Pemilihan Umum (KPU) menilai ancaman siber yang terjadi di Indonesia tak akan mempengaruhi Pemilu 2019. Alasannya, perhitungan suara dalam Pemilu 2019 tidak dilakukan secara elektronik.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, perhitungan suara dan penetapan dalam Pemilu 2019 dilakukan secara manual. "Pemilu 2019 adalah Pemilu yang manual, bukan Pemilu elektronik," kata Komisioner KPU Viryan Aziz, di Hotel Akmani, Jakarta, Kamis (6/12).
Penggunaan teknologi informasi untuk Pemilu 2019 berbeda dengan negara-negara lain. Di beberapa negara, teknologi informasi sudah digunakan untuk perhitungan suara secara langsung.
Karenanya, ada kasus perhitungan suara berubah karena teknologi informasi tersebut diretas. Hanya saja, teknologi informasi yang digunakan di Indonesia cuma sebagai alat bantu menyampaikan perihal perkembangan Pemilu 2019. "Teknologi informasi digunakan untuk menyampaikan proses dan perkembangan penghitungan, serta penetapan Pemilu," kata Viryan.
Wakil Direktur IT Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Nur Imam menilai, KPU harus fokus pada pengamanan sistem Pemilu manual yang diterapkan. Pasalnya, potensi kecurangan dalam sistem tersebut bisa terjadi karena banyaknya Tempat Pemungutan Suara (TPS) dalam Pemilu 2019.
Imam mencatat TPS yang tersebar di seluruh Indonesia mencapai lebih dari 800 ribu titik. Angka tersebut 1,5 kali lebih banyak dari jumlah TPS pada Pemilu 2014. "Semua hal yang berkenaan dengan keamanan manual lebih penting dibanding keamanan siber," kata Imam.
(Baca: Menteri Tjahjo Dorong Jutaan Penduduk Proaktif Rekam e-KTP)
Lebih lanjut, fokus tersebut harus dilakukan karena jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang sangat besar. Saat ini saja, penyelenggara Pemilu masih belum dapat menetapkan jumlah DPT yang pasti. Alasannya, masih ada masalah karena ada calon pemilih yang belum melakukan perekaman e-KTP. Persoalan itu ditambah adanya identitas ganda di dalam DPT.
Ada pula masalah yang disebabkan banyaknya kotak suara dalam Pemilu 2019. Pasalnya, Pemilu kali ini mengharuskan memilih calon presiden, caleg DPR, DPRD tingkat I dan II, serta DPD. "Untuk Pemilu 2019 matriksnya terlalu banyak. Penting TPS dijaga secara baik," kata Imam.
Imam pun meminta agar KPU memberikan akses yang lebih mudah terhadap hasil perhitungan suara. Dia mengeluhkan sulitnya mengakses hasil perhitungan suara yang dimiliki KPU.
Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) sebelumnya menilai ancaman siber bakal semakin meningkat menjelang Pemilu 2019. BSSN mencatat serangan siber sejak Januari-Juni 2018 mencapai 143,4 juta. Angka ini ditambah 1.335 laporan kasus insiden siber dari masyarakat.
Serangan siber ini paling banyak terjadi di media sosial melalui ujaran kebencian serta fitnah yang membuat masyarakat tidak nyaman. Ada pula serangan berupa peretasan kepada beberapa laman situs dari beberapa kementerian dan lembaga.
(Baca: Antisipasi Serangan Siber, BSSN Gandeng Facebook dan Twitter)