Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga saat ini banyak usaha tambang dan kebun ilegal di Indonesia dilindungi oleh petinggi-petinggi bersenjata. Hal ini menyebabkan tambang dan kebun ilegal itu dibiarkan beroperasi meski perizinannya bermasalah.
"Banyak sekali pelindung-pelindung usaha-usaha tambang ilegal dan kebun ilegal, dan kebanyakan para petinggi-petinggi yang bersenjata," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarief, di sela-sela peringatan Hari Antikorupsi Sedunia, di Hotel Bidakara, Jakarta, Selasa (4/12).
Laode menuturkan, KPK mencatat ada 5.000 dari 10 ribu izin tambang yang saat ini tidak lengkap dan tidak bersih (clean and clear). Dia mencontohkan, ada tambang yang beroperasi, meski belum memiliki izin.
Ada pula tambang yang beroperasi walaupun perusahaannya tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Ia pun menyebut ada usaha tambang yang tidak melaporkan hasil pengerukannya secara berkala.
"Ada jumlah (produksi tambang) yang ada di Bea Cukai, yang dikirim, dengan pelabuhan tempat negara diekspor berbeda jumlahnya. Jadi dari segi pendapatan negara kita sangat-sangat rugi," kata Laode.
(Baca: Negara Kehilangan Triliunan Rupiah Akibat Tambang Ilegal)
Menurut Laode, tambang ilegal itu selama ini kerap dibiarkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) maupun pemerintah daerah setempat. Padahal, mereka memiliki kewenangan untuk menutup tambang tak berizin.
Laode juga menyebut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) membiarkan persoalan ini. Padahal, ada beberapa tambang atau kebun yang izin lahannya diduga berseberangan dengan hutan lindung.
Bahkan, ada pula usaha sektor tersebut masuk dalam kawasan gambut tebal yang sudah dilarang melalui peraturan. "Mengapa dibiarkan? coba tanyakan," kata Laode. KPK pun sebenarnya menduga ada praktik korupsi dilakukan oleh usaha tambang dan kebun ilegal tersebut. Hanya saja, KPK sulit mengusutnya.
Ini lantaran KPK harus lebih dulu melakukan pembuktian apakah masalah tersebut memang sengaja dibiarkan oleh regulator. Karenanya, dia meminta masalah ini juga ditangani oleh Presiden Joko Widodo. "Saya pikir Presiden harus turun tangan karena banyak sekali backing-backing yang enggak jelas," kata Laode.
(Baca: Aliran Uang Haram Sektor Tambang Indonesia Diduga Mencapai Rp 23,89 T)