Ideosource tak menyokong seratus persen biaya produksi film layar lebar Keluarga Cemara. Perusahaan modal ventura ini enggan menyebut detil dana yang digelontorkan, hanya dikemukakan bahwa pertimbangan utama adalalah risiko bisnis.
Manajer Investasi Ideosource Rahadian Agung mengatakan, porsi maksimum saat mendanai produksi film sebesar 50%. "Alaminya, kami adalah modal ventura jadi yang dikedepankan adalah manajemen risiko," katanya kepada Katadata.co.id, Selasa (4/12).
Ideosource telah mendanai sedikitnya 27 startup senilai US$ 15 juta sejak 2014. Selain perusahaan rintisan, modal ventura ini juga berinvestasi di industri perfilman. Beberapa film yang dibiayai, yakni Keluarga Cemara, Kulari ke Pantai, serta Aruna dan Lidahnya.
(Baca juga: Hitung-Hitungan Investasi di Industri Film Ala Ideosource)
Keluarga Cemara disutradari Yandy Laurens melalui rumah produksi Visinema Pictures. Film tentang keluarga kaya yang jatuh miskin ini merupakan adaptasi dari kisah yang ditulis Arswendo Atmowiloto pada era 1970-an.
Tontonan yang sempat tayang dalam format sinetron tersebut dijadwalkan rilis pada 3 Januari 2019. Mulai akhir Desember 2018 terlebih dulu rilis dalam Jogja-Netpac Asian Film. Ideosource meyakini pasar domestik bakal merespon positif kehadiran film keluarga semacam ini.
"Keluarga Cemara adalah film yang berasal dari IP (intellectual property) yang sangat kuat. Kami melihat potensi (bisnisnya) akan sangat baik. Kami dukung film keluarga seperti ini, karena di pasar suplainya kurang," ucap Rahadian.
(Baca juga: Bekraf Sebut Investasi di Film Lebih Menguntungkan Dibanding Startup)
Ideosource meyakini prospek bisnis film keluarga seperti Keluarga Cemara terbilang baik. Tontonan semacam ini leluasa disaksikan satu keluarga lintas usia. Tak hanya itu, cerita yang disuguhkan juga mendidik tanpa menggurui.
Keputusan untuk mengucurkan dana kepada Keluarga Cemara melalui serangkaian proses uji tuntas. Tidak hanya dari sisi kekuatan kekayaan intelektualnya, tetapi juga menelaah sisi legalitas, proposal bisnis, model bisnis, bahkan chemistry dengan filmmaker yang terlibat.
"Kami tentu pertimbangkan potensi revenue dari film ini dibandingkan dengan biaya yang harus dikeluarkan, ini salah satu yang kami kaji dengan pihak investor dan tentunya rumah produksi," ujar Rahadian.
Intellectual property Keluarga Cemara diharapkan dapat dimonetisasi secara optimal. Setelah menjadi sinetron, buku, dan film layar lebar, tak tertutup kemungkinan juga dituangkan dalam wujud serial, produk cinderamata, maupun dibuatkan film lanjutan.
(Baca juga: Akses Modal Terbuka, Film Berkembang Pesat dalam 5 Tahun)
Deputi Akses Permodalan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Fadjar Hutomo menyatakan, film Keluarga Cemara salah satu contoh keberhasilan program Akatara yang digagas Bekraf. Pemerintah mengarahkan kekayaan intelektual kreatif agar dimonetisasi lebih maksimal.
"Seiring digitalisasi teknologi, menonton film ke depan tidak mengandalkan layar lebar lagi, ada OTT. Peluang monetisasi (IP-nya) semakin besar, misalnya dari buku bisa jadi film, lalu jadi gim, dan lain-lain. Yang penting kontennya," kata Fadjar.
(REVISI: Artikel ini diperbarui pada pukul 21.25 WIB. Perubahan dilakukan pada judul yang semula adalah "Ideosource Tak Penuh Biayai Produksi Film Keluarga Cemara")