Mantan Wakil Ketua Komisi Energi DPR RI Eni Maulani Saragih didakwa melakukan perbuatan berlanjut dengan menerima hadiah atau janji dalam kasus proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU MT) Riau-1. Eni didakwa menerima uang suap secara bertahap senilai Rp 4,75 miliar dari Pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo.
Suap tersebut diduga diberikan agar Johannes mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) PLTU Mulut Tambang Riau-1. Seperti diketahui, proyek PLTU Riau-1 digarap oleh konsorsium PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PJBI), Blackgold, dan China Huadian Engineering Company (CHEC) Ltd.
"Menerima hadiah berupa uang secara bertahap yang seluruhnya berjumlah Rp 4,75 miliar dari Johannes Budisutrisno Kotjo," kata Jaksa KPK Lie Setiawan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Kamis (29/11).
Eni menerima uang suap tersebut salah satunya untuk Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Golkar sebesar Rp 4 miliar dalam dua tahap. Johannes juga memberikan Rp 250 juta kepada Eni untuk keperluan pilkada suaminya, Muhammad Al Khadziq, sebagai Bupati Temanggung. Uang suap Rp 500 juta diberikan kepada Eni sebagai bagian fee yang dijanjikan Johannes.
Kasus ini bermula ketika Johannes mengetahui pembangunan PLTU MT Riau-1 pada 2015. Saat itu, Johannes menggaet CHEC sebagai investor dengan kesepakatan mendapat fee (komisi) sebesar US$ 25 juta atau 2,5% dari nilai proyek US$ 900 juta.
Dari nilai fee tersebut, Johannes rencananya bakal mendapatkan jatah sebesar 24% atau US$ 6 juta. Fee tersebut juga akan dibagikan kepada eks Ketua Umum Golkar Setya Novanto dan Andreas Rinaldi dengan jumlah yang sama.
Selanjutnya, fee juga akan dibagikan kepada Chief Executive Officer (CEO) Blackgold Rickard Philip Cecile sebesar 12% atau US$ 3,1 juta. Selain itu, Direktur Utama PT Samantaka Batubara Rudy Herlambang, Chairman Blackgold Intekhab Khan, dan Direktur Samantaka James Rijanto masing-masing akan menerima komisi sebesar 4% atau US$ 1 juta. Kemudian, pihak-pihak lain yang turut membantu sebesar 3,5 persen atau US$ 875 ribu.
Untuk menindaklanjuti kesepakatan tersebut, pada 1 Oktober 2015 Johannes melalui Rudy mengajukan permohonan kepada PT PLN (Persero) agar memasukkan proyek IPP PLTU MP Riau-1 ke dalam rencana umum penyediaan tenaga listrik (RUPTL) PLN. Hanya saja, surat tersebut belum mendapat tanggapan selama beberapa bulan.
Kemudian, Johannes menemui Novanto untuk meminta bantuan agar dipertemukan dengan PT PLN. Novanto lantas memperkenalkan Johannes dengan Eni. "Pada kesempatan itu Setya Novanto menyampaikan kepada terdakwa agar mengawal Johannes Budisutrisno Kotjo dalam proyek PLTU," kata Jaksa KPK.
Novanto menjanjikan, Johannes akan memberikan fee jika Eni berhasil membantunya menggolkan proyek PLTU MT Riau-1. Eni pun menyanggupi permintaan dari pimpinannya di partai berlambang beringin tersebut.
Pada awal 2017, Eni memperkenalkan Johannes kepada Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir di Kantor Pusat PT PLN, Jakarta. Eni menyampaikan kepada Sofyan bahwa Johannes adalah pengusaha tambang yang tertarik menjadi investor dalam proyek PLTU MT Riau-1.
"Selanjutnya Sofyan Basir menyampaikan agar penawaran diserahkan kepada (Direktur Pengadaan Strategis 2 PLN) Supangkat Iwan Santoso," kata Jaksa KPK.
(Baca: Kasus Suap PLTU Riau-1, Eni Saragih Jalani Sidang Perdana Hari Ini)
Komunikasi Lewat Whatsapp
Johannes dan Eni setelah itu beberapa kali bertemu Sofyan untuk mendorong masuknya Blackgold dalam proyek PLTU MT Riau-1. Pertemuan tersebut dilakukan beberapa kali, baik di ruang kerja dan kediaman Sofyan, Lounge BRI, Restoran Arkadia Plaza Senayan, serta House of Yuen Ding and Restaurant di Fairmont Hotel, pada rentang 2017 hingga 2018.
Dalam perjalanannya, Eni sempat diarahkan Idrus untuk meminta uang sejumlah US$ 2,5 juta kepada Johannes untuk keperluan Munaslub Golkar. Eni kemudian mengirimkan pesan melalui Whatsapp kepada Johannes untuk meminta uang sejumlah US$ 3 juta dan SIN$ 400 ribu.
Saat itu, Johannes hanya menjawab, "senin di darat deh." Menindaklanjuti pesan Whatsapp tersebut, Eni dan Idrus bertemu dengan Johannes di Graha BIP Jakarta pada 15 Desember 2017.
Pada pertemuan tersebut, Johannes menjanjikan kepada Idrus mendapat fee sebesar 2,5% yang nantinya diberikan kepada Eni jika proyek PLTU MT Riau-1 berhasil terlaksana. Eni pun kembali meminta sejumlah uang kepada Johannes untuk Munaslub Golkar.
Idrus juga menyampaikan, "tolong dibantu ya" kepada Johannes. Atas permintaan Eni, Johannes memerintahkan sekretaris pribadinya Audrey Ratna Justianty memberikan secara bertahap uang sebesar Rp 4 miliar. Tahap pertama dilakukan pada 18 Desember 2017 sebesar Rp 2 miliar. Sementara, tahap kedua dilakukan pada 14 Maret 2018 sebesar Rp 2 miliar.
Pada 27 Mei 2018, Eni sempat mengirimkan pesan Whatsapp kepada Johannes untuk meminta uang sejumlah Rp 10 miliar guna keperluan Pilkada suaminya sebagai Bupati Temanggung. Hanya saja, Johannes menolak permintaan tersebut dengan mengatakan, "Saat ini cashflow lg seret."
Eni pun kembali mengirimkan pesan Whatsapp kepada Johannes pada 27 Juni 2018 di Temanggung. Hanya saja, Johannes kembali menolaknya dengan menyatakan, "Hrs cari pinjaman mendadak dr bank, kita cashflow lg keteteran gara2 mau lebaran."
Karena ditolak, Eni mengajak Idrus menemui Johannes agar bersedia memberikan uang pada 5 Juni 2018. Ketika itu, Idrus menyampaikan kepada Johannes, "tolong adik saya ini dibantu... buat pilkada."
Pada 8 Juni 2018, Idrus kembali mengirimkan pesan Whatsapp kepada Johannes untuk memberikan uang kepada Eni. Ketika itu, Idrus mengatakan, "maaf bang, dinda butuh bantuan untuk kemenangan Bang, sangat berharga bantuan Bang Koco... Tks sebelumnya."
"Atas adanya permintaan terdakwa dan Idrus Marham tersebut, Johannes Budisutrisno Kotjo akhirnya memerintahkan Audrey Ratna Justianty untuk memberikan uang sejumlah Rp 250 juta," kata Jaksa KPK.
Eni menerima uang sejumlah Rp 500 juta dari Johannes pada 13 Juli 2018. Uang tersebut diberikan ketika Johannes tengah mengurus kesepakatan power purchased agreement (PPA) proyek PLTU MT Riau-1. Sesaat setelah pemberian uang tersebut, Johannes dan Eni diamankan oleh KPK. Atas perbuatannya, Eni didakwa melanggar Pasal 11 atau Pasal 12 huruf a atau b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
(Baca: Bos Blackgold Johannes Kotjo Dituntut 4 Tahun Penjara Kasus PLTU Riau)