Produsen Kemasan Berbahan Rumput Laut Membuka Pasar Ekspor

ARIEF KAMALUDIN | KATADATA
Penulis: Dini Hariyanti
28/11/2018, 18.55 WIB

Pebisnis kreatif menilai, dua tahun terakhir khususnya pada 2018 merupakan periode tepat untuk mengembangkan bisnis desain produk ramah lingkungan. Pasalnya, pada tahun-tahun mendatang, kebijakan pemerintah mengarah kepada pengendalian kosumsi kemasan plastik.

Co Founder Evoware David Christian menyatakan, apabila hendak terjun ke bisnis kreatif subsektor desain produk ramah lingkungan sebaiknya dirintis sejak sekarang. Apabila baru memulai saat regulasi pengendalian penggunaan plastik terbit akan kehilangan momentum.

"Kalau baru nanti pas peraturan keluar baru mengalihkan produknya (ke ramah lingkungan) maka hanya akan sekadar menjadi ekspansi bisnis normal. Sekaranglah momen tepat, karena branding lebih kuat," katanya kepada Katadata.co.id, Rabu (28/11).

(Baca juga: Startup Desain Produk Ramah Alam Butuh Dukungan Modal dan Riset)

Evoware sendiri merintis bisnis desain produk aneka kemasan ramah lingkungan sejak 2016. Perusahaan rintisan (startup) ini kini dapat memproduksi sekitar 200 gelas dan sekitar 10 meter kemasan setiap hari.

Startup tersebut fokus menghasilkan produk berorientasi kepada gaya hidup ramah alam. Bahan baku mentah yang digunakan adalah rumput laut lokal. Tak hanya fokus kepada isu lingkungan, jenama Evoware juga hendak meningkatkan taraf hidup petani.

"Tantangan utama kami masih soal edukasi masyarakat. Banyak yang masih pikir, kemasan plastik (konvensional) lebih murah dibandingkan dengan produk kami. Padahal seharusnya lihat mahal murah itu dari sisi jangka panjang juga," ucap David.

Dampak jangka panjang yang dimaksud terkait dengan volume sampah plastik yang sukar terurai secara alami di anah. Alhasil, pengelolaannya membutuhkan dana yang jauh lebih banyak, plus risiko pencemaran lingkungan.

Pemerintah agaknya menyadari dampak negatif akibat membludaknya sampah plastik. Oleh karena itu, Kementerian Keuangan hendak mengenakan cukai untuk kantong plastik supaya konsumsinya lebih terkendali.

Opsi yang muncul untuk dimasukkan dalam peraturan pemerintah tentang cukai plastik tersebut ialah cukai dikenakan kepada produsen. (Baca juga: Pengusaha Retail Tolak Larangan Penggunaan Kantong Plastik)

David membenarkan, kesadaran masyarakat Indonesia untuk mengendalikan konsumsi kantong dan kemasan plastik terbilang minim. Konsumen produk-produk Evoware pun lebih dari 80% ada di luar negeri. Kini, sekitar 400 perusahaan bermitra dengan jenama ini.

"Ekspor kami lazimnya ke Eropa dan Amerika. Bagi konsumen lokal produk kami (dianggap) mahal. Kami memang menargetkan volume produksi meningkat agar lebih massal dan harga lebih terjangkau," katanya.

Sementara itu, Sales & Marketing Division Head Enviplast Lanny Tjahjono justru berpendapat bahwa sampah plastik seharusnya tak ada. Perspektif nihil sampah ini dituangkan menjadi produk kantong nabati yang diklaim zero waste karena berbahan organik.

"Kami memproduksi kantong plastik dari tapioka, gantikan minyak bumi. Kantong kami dalam enam bulan sudah diurai tanah, dibakar pun menjadi abu kertas. Sampah (plastik) tak usah timbul sama sekali," ucapnya.

(Baca juga: YLKI Minta Aturan Pelarangan Plastik Tiap Daerah Seragam