Potensinya Besar, BPS Kumpulkan Data Ekonomi Kreatif dan Wisata

Festival Kreatif KATADATA | Arief Kamaludin
Festival Kreatif KATADATA | Arief Kamaludin
Penulis: Desy Setyowati
Editor: Pingit Aria
26/11/2018, 12.36 WIB

Badan Pusat Statistik (BPS) fokus menggarap data terkait ekonomi kreatif dan pariwisata. Sebab, pemerintah melihat potensi di kedua sektor ini sangat besar. Apalagi, potensi keduanya bukan berdasarkan sumber daya alam (SDA), melainkan inovasi.

Industri yang bergantung pada sumber daya alam seperti minyak, batu bara, dan gas alam akan habis. Sementara inovasi tidak akan habis. "Sesuai visi misi pemerintah ke depan, Produk Domestik Bruto (PDB) aebaiknya ditumbuhkan oleh ekonomi kreatif dan pariwisata," ujar Kepala BPS Suhariyanto di Jakarta, Senin (26/11).

Saat ini, BPS bersama Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) pun sudah menyusun data Industri Kreatif 2017. Rencananya, data itu akan dirilis pada awal 2019. "Yang terbesar fesyen, kriya, kuliner. Tetapi  ada sub sektor yang share-nya (ke PDB) kecil, tapi pertumbuhannya besar dan banyak diminati milenial seperti gim," kata dia.

Untuk itu, BPS akan mengkaji karakteristik generasi milenial guna mengetahui sub sektor ekonomi kreatif mana yang potensial. Dengan begitu, sub sektor tersebut bisa didorong dan difasilitasi supaya tumbuh lebih cepat. "Kami akan lihat ekspor-impor industri kreatif. Banyak karakteristik yang perlu dieksplorasi," ujarnya.

Adapun 16 sub sektor ekonomi kreatif di antaranya aplikasi dan pengembangan game; arsitektur dan desain interior; desain komunikasi visual; desain produk; fashion; film; animasi video; fotografi;  kerajinan tangan (kriya); kuliner; musik; penerbitan; periklanan; seni pertunjukan; seni‎ rupa; televisi dan radio.

(Baca juga: Digagas Bekraf, Forum Ekonomi Kreatif Dunia Dibidik Setara G20)

Adapun data BPS menunjukkan, nilai ekonomi kreatif mencapai Rp 922,59 triliun atau 7,44% terhadap PDB pada 2016. Pada 2017, Bekraf memperkirakan nilainya sudah mendekati Rp 1.102 triliun. Lalu, Bekraf menargetkan ekraf tumbuh 6,25% tahun ini, sehingga bisa mencapai Rp 1.200 triliun pada 2019.

Kemudian terkait pariwisata, BPS tidak hanya mengumpulkan data wisatawan mancanegara, tetapi juga wisatawan nusantara. Apalagi, pemerintah menargetkan jumlah kunjungan wisatawan sebesar 17 juta tahun ini dan 20 juta pada 2018.

Sumbangan sektor ini juga cukup besar terhadap PDB nasional. Hingga saat ini, Kementerian Pariwisata mencatat devisa dari sektor ini sudah mencapai Rp 223 triliun. Devisa dari pariwisata ditargetkan naik 25% pada 2019. "Maka, BPS akan buat neraca satelit pariwisata," kata Suhariyanto.

Meski begitu, BPS tetap akan mengumpulkan data dari industri lainnya. Hanya,  BPS bekerja sama dengan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) menyusun data investasi atau Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang lebih terperinci melalui survei penyusunan disagregasi PMTB. Rencananya, data ini akan dirilis akhir 2019.

Dari segi sosial, data terkait stunting dan mobilisasi masyarakat juga akan dikumpulkan. "Jadi ke depan banyak indikator baru yang diperlukan. Kami akan pakai big data untuk eksplorasi pergerakan commuter, terkait mobilisasi masyarakat," kata dia.

Reporter: Desy Setyowati