Komitmen Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menolak Peraturan Daerah (Perda) berbasiskan agama seperti Perda Syariah dan Perda Injil menuai kritik. Komitmen itu sebelumnya disampaikan Ketua PSI Grace Natalie dalam peringatan hari ulang tahun keempat PSI di ICE BSD, Tangerang, Minggu (11/11) malam.

Grace mengatakan PSI memiliki misi untuk mencegah lahirnya ketidakadilan, diskriminasi, dan intoleransi di Indonesia. Karenanya, partai yang baru pertama kali akan berlaga pada pemilihan umum tahun depan ini tidak bakal mendukung Perda Injil atau Perda Syariah.

(Baca juga: PSI Minta Fadli Zon Tak Gunakan Hoaks Sebagai Strategi Politik)

Spontan pernyataannya menuai pro-kontra. Juru bicara Persaudaraan Alumni (PA) 212 Novel Bamukmin mengatakan komitmen PSI untuk menolak aturan daerah berbasis agama, khususnya Perda Syariah, dirasa janggal mengingat Indonesia berbasiskan “Ketuhanan yang Maha Esa”. Mayoritas masyarakat pun beragama Islam. Dan syariat sudah diterapkan sekitar 75 persen.

Menurut dia, hal itu terlihat dari pendidikan berbasis agama maupun sistem perbankan dan finansial syariah. “Tinggal 25 persen itu mungkin akhlaqul daulah, hukum Islam yang berkenaan dengan negara,” kata Novel di Whizz Hotel, Jakarta, Jumat (16/11). “Artinya, potong tangan, hukuman mati, qishash bagi yang membunuh, sampai saat ini belum diterapkan.”

Dia menganggap penilaian perda berbasis agama dapat memunculkan tindakan intoleransi sebagai salah kaprah. Novel lantas menuduh PSI merupakan partai yang antiagama, apalagi di dalamnya ada tokoh-tokoh sekuler yang ingin memisahkan agama dari politik.

Masih dalam suara yang sama, Koordinator Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Dahnil Anzar Simanjuntak, menyatakan perda berbasis agama sebagai kearifan lokal. Misalnya, hal tersebut terlihat dari Perda Syariah di Aceh. “Begitu pula dengan upaya menjadikan Manokwari sebagai Kota Injil pertama di Indonesia. Ini juga kearifan lokal,” kata Dahnil.

Halaman: