Pasar Tradisional, Pertempuran Jokowi-Sandiaga di Pemilih Segmen Bawah

ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
Presiden Joko Widodo (tengah) membeli tempe saat meninjau Pasar Anyar, Tangerang, Banten, Minggu (4/11/2018). Presiden blusukan ke pasar untuk mengecek harga kebutuhan pokok dan mencocokkan dengan angka inflasi.
Penulis: Dimas Jarot Bayu
18/11/2018, 05.00 WIB

Pasar tradisional dalam beberapa waktu belakangan menjadi lokasi para calon presiden dalam berkampanye. Beberapa lokasi itu kerap didatangi, khususnya oleh kandidat presiden nomor urut 01 Joko Widodo dan calon wakil presiden nomor urut 02 Sandiaga Uno.

Sandiaga cukup sering menginjakkan kaki di pasar untuk berinteraksi dengan masyarakat hingga meninjau harga kebutuhan pokok. Misalnya, waktu itu dia mendatangi pasar di Jawa Barat, Jawa Timur, Riau, sampai Sumatera Selatan.

Berbagai isu ekonomi seperti daya beli, stabilitas harga kebutuhan pokok hingga kondisi infrastruktur pasar pun turut dibawanya. Dia menanyakan hal tersebut kepada warga dan pedagang pasar ketika melakukan kunjungan. (Baca: Gerilya Politik Sandiaga Uno dan Strategi Kampanye Prabowo)

Jokowi tak ketinggalan berkunjung ke pasar. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu sempat mendatangi pasar di Bandung dan Bogor, Jawa Barat serta Tangerang, Banten. Bahkan, sempat dilakukan pada malam hari.

Dalam berbagai kunjungannya ke pasar, Jokowi selalu meyakinkan bahwa harga-harga kebutuhan pokok stabil dan tidak naik. Pernyataan Jokowi itu seolah membantah ucapan Sandiaga ketika berkunjung ke pasar beberapa waktu sebelumnya.

Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) Djayadi Hanan menilai langkah keduanya berkunjung ke pasar merupakan strategi dalam menggaet masyarakat kelas menengah ke bawah. Pasar merupakan lokasi di mana masyarakat segmen tersebut banyak berinteraksi.

(ANTARA FOTO/Atika Fauziyyah)

Apalagi, saat ini isu yang digunakan dalam Pilpres 2019 lebih kepada persoalan ekonomi yang lekat dengan masyarakat kelas menengah ke bawah. “Itu strategi yang dipakai untuk memberikan persepsi kepada masyarakat bahwa mereka peduli dengan persoalan-persoalan rakyat kecil,” kata Djayadi ketika dihubungi Katadata.co.id, pertengahan pekan ini.

Menurut dia, tak heran suara masyarakat menengah ke bawah menjadi rebutan bagi para kandidat Pilpres 2019. Sebab, segmen tersebut merupakan pemilih mayoritas di Indonesia. (Baca: Strategi Tim Jokowi Merebut 10 Lumbung Suara Prabowo).

Sementara itu, Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya lebih mengkhususkan segmen tersebut kepada ibu-ibu rumah tangga. Sebab, mereka paling berdampak terhadap persoalan ekonomi terkait harga kebutuhan pokok. “Pasar ini simbolisasi paling kuat dari segmen emak-emak yang sering disebut belakangan,” kata Yunarto.

Ada pun, Yunarto menilai porsi Jokowi dan Sandiaga berkunjung ke pasar diperbanyak lantaran sosok keduanya lebih mudah dijual ketimbang pasangan mereka, Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto. Yunarto menyebut, Jokowi sudah identik dengan gaya blusukan ke pasar, bahkan sejak menjadi Walikota Solo. 

Sandiaga memiliki penampilan politik yang lebih muda dan secara emosional dapat menarik perhatian ibu-ibu rumah tangga. Sementara, Yunarto menganggap pemilih Ma'ruf lebih tersegmentasi kepada pemilih santri dan agamis.

(Baca juga: Diserang Isu Harga Makanan, Ini Pembelaan Tim Kampanye Jokowi)

Prabowo, lanjut Yunarto, memiliki segmen yang cenderung kepada laki-laki. Citra Prabowo pun akan lebih sulit dipromosikan karena sudah dua kali kalah pada Pilpres 2009 dan 2014. “Jadi itu konsekuensi dua brand yang masih fresh, Jokowi dan Sandi. Mereka bertemu pada satu titik perdebatan mengenai isu ekonomi sehingga pasar lebih dipilih untuk lokasi kampanye," kata Yunarto.