BPS Kaji Belanja Pulsa Telepon Masuk Hitungan Garis Kemiskinan

Arief Kamaludin|KATADATA
Penulis: Michael Reily
Editor: Ekarina
31/10/2018, 19.19 WIB

Badan Pusat Statistik (BPS) tengah mempertimbangkan memasukkan  pulsa sebagai salah satu komponen yang dihitung dalam  penentuan garis kemiskinan. BPS sedang melakukan kajian melalui survei ulang untuk jadi dasar perhitungan angka kemiskinan.

Kepala BPS Suhariyanto menyatakan akan melihat perilaku masyarakat secara keseluruhan. "Mungkin perlu ada perubahan komposisi," kata Suhariyanto kepada Katadata.co.id di Jakarta, Rabu (31/10).

Dia menjelaskan, penggunaan pulsa pada telepon seluler menjadi faktor yang kini dianggap penting. Sebab, telepon seluler bukan lagi kemewahan dan telah bergeser fungsinya menjadi  kebutuhan masyarakat.

(Baca: BPS Siap Rilis Data Produksi Beras Secara Berkala)

BPS selalu melakukan perubahan dalam penghitungan garis kemiskinan berdasarkan komoditas non-makanan. Namun, perubahan harus berdasarkan kajian yang tepat sehingga perhitungan jumlah masyarakat miskin di Indonesia semakin akurat.

Dalam menghitung garis kemiskinan, BPS melakukan penjumlahan Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin.

Sejak 1998, penghitungan garis kemiskinan  melalui komponen non-makanan (GKNM) dengan 51 jenis komoditas di perkotaan dan 47 jenis komoditas di perdesaan. Nilai kebutuhan minimum per komoditas dihitung dari hasil Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar (SPKKP) tahun 2004. 

(Baca: BPS: Anggaran Data Produksi Beras Metode KSA Capai Rp 64 M per Tahun)

Sedangkan pada  garis kemiskinan makanan  (GKM), BPS mendasarkan penghitungan pada  nilai pengeluaran makanan dan minuman masyarakat yang disetarakan dengan 2100 kilokalori perkapita perhari. Paket komoditas kebutuhan dasar makanan ini diwakili oleh 52 jenis komoditas pangan seperti padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak.

Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran Arief Anshory Yusuf mengungkapkan paket komoditas yang terdaftar harus mengikuti perkembangan ekonomi karena  kebutuhan dasar masyarakat juga selalu berubah.

BPS pun dinilai harus terus berinovasi dan melakukan analisis yang dinamis, dengan tetap mempertimbangkan kebutuhan pokok seperti pangan, sandang, dan papan. "Harus ada arahan baru untuk selalu mengembangkan penghitungan kemiskinan dalam komoditas nonmakanan," kata Anshory.

Reporter: Michael Reily