Suap Limbah Sawit, Tiga Bos Anak Usaha Sinar Mas Jadi Tersangka

Arief Kamaludin|KATADATA
Tanaman yang sudah berusia lebih dari 25 tahun perlu diremajakan untuk memastikan tingkat produktivitas sesuai dengan kebutuhan industri, kelangsungan industri sawit serta kesejahteraan petani.
Penulis: Dimas Jarot Bayu
28/10/2018, 21.20 WIB

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tujuh orang tersangka dalam kasus dugaan suap terhadap Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Tengah atas pengawasan pembuangan limbah sawit di Danau Sembuluh. Mereka ditetapkan setelah lembaga antirasuah itu melakukan operasi tangkap tangan sejak Jumat (26/10) lalu di Jakarta.

Tiga dari tujuh tersangka berasal dari PT Binasawit Abadi Pratama, anak usaha dari Sinar Mas Group. Mereka yakni Direktur Binasawit/Wakil Dirut PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Edy Saputra Suradja, CEO Binasawit Wilayah Kalimantan Tengah bagian Utara Willy Agung Adipradhana, dan Manajer Legal Binasawit Teguh Dudy Syamsury Zaidy.

Empat tersangka lainnya berasal dari DPRD Kalimantan Tengah, yakni Borak Milton, Punding LH Bangkan, Arisavanah, dan Edy Rosada. Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan, empat anggota Komisi B DPRD itu diduga mendapatkan uang Rp 240 juta dari pengurus Binasawit. 

Suap diberikan lantaran DPRD sempat menerima laporan masyarakat terkait pembungan limbah pengolahan sawit di Danau Sembuluh. Laporan tersebut ditindaklanjuti DPRD dengan berkunjung serta bertemu pihak Binasawit. 

Dalam pertemuan itu, para anggota dewan menduga sejumlah perizinan Binasawit terkait lahan sawit bermasalah, seperti Hak Guna Usaha dan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH). Selain itu, jaminan pencadangan wilayah dari Binasawit dinilai bermasalah. “Diduga lahan sawit tersebut berada di kawasan hutan,” kata Laode di Jakarta, Sabtu kemarin.

Atas dasar itu, pihak Binasawit dan Komisi B mengadakan beberapa kali pertemuan untuk membicarakan sejumlah hal. Salah satunya adalah agar pihak dewan membuat rilis pers terkait HGU Binasawit di media.

Menurut Laode, Binasawit meminta Dewan menyampaikan ke media bahwa salah jika izin HGU tak ada. Sebaliknya, proses perizinan sedang berjalan. Binasawit juga meminta Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait dugaan pencemaran lingkungan tidak dilaksanakan. “Muncul pembicaraan bahwa 'Kita tahu sama tahu lah..',” kata Laode.

Karenanya, anggota Komisi B diduga juga menerima pemberian-pemberian lainnya dari Binasawit, selan suap Rp 240 juta. Menurut Laode, KPK sedang mendalami dugaan tersebut. 

Saat ini, Borak, Punding, Arisavanah, dan Edy Rosada telah disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara, Edy Saputra, Willy, dan Teguh disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Borak, Punding, Arisavanah, Edy Rosada, Edy Saputra, dan Willy telah ditahan oleh KPK. Sementara, Teguh belum diketahui keberadaannya. KPK mengimbau Teguh untuk menyerahkan diri ke KPK. “Penyidik akan mengagendakan pemeriksaan awal Senin depan,” kata Laode.